Suara.com - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy dipastikan tak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN-Perubahan 2018.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara KPK Febri Diansyah setelah mendapatkan pemberitahuan dari staf Rommy, sapaan Romahurmuziy.
"Tadi stafnya datang ke KPK, menyampaikan tidak dapat hadir di pemeriksaan hari ini. Akan dijadwalkan ulang Kamis ini," kata Febri, Senin (20/8/2018).
Terkait kasus ini KPK sudah memeriksa Wakil Bendahara umum PPP Puji Suhartono. Pasalnya, saat melakukan penggeledahan di rumahnya di Tanggerang, KPK menemukan uang senilai Rp 1,4 miliar.
Baca Juga: KPK Periksa Ketum PPP Romahurmuziy Terkait Kasus Dana Perimbangan
Berbeda dengan Rommy, Bupati Labuhan Batu Utara Khaerudiansyah Sitorus sudah memenuhi pamggilan KPK sebagai saksi. Namun, usai diperiksa dia hanya mengaku ditanyakan oleh penyidik untuk mengkonfirmasi hal-hal yang berkaitan dengan kasus tersebut.
"Saya diperiksa untuk konfirmasi saja," kata Sitorus di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, Eka Kamaludin dari pihak swasta, dan Ahmad Ghiast dari pihak kontraktor sebagai tersangka.
Yaya, Amin, dan Eka disangka sebagai penerima dalam kasus ini, sedangkan Ahmad Ghiast disangka sebagai pemberi.
Amin diduga menerima Rp 400 juta sedangkan Eka menerima Rp 100 juta yang merupakan bagian dari 'commitment fee'sebesar Rp 1,7 miliar atau 7 persen dari nilai dua proyek di Kabupaten Sumedang senilai Rp 25 miliar.
Baca Juga: Romahurmuziy: Yang Ingin Tahu Cawapres Jokowi Datang ke PN Jakpus
Namun, uang suap untuk Yaya belum terealisasi meski Yaya sudah menerima proposal dua proyek tersebut yaitu proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di kabupaten Sumbedang senilai Rp 4 miliar dan proyek di dinas PUPR kabupaten Sumedang senilai Rp 21,85 miliar.
Kasus yang diungkap melalaui OTT tersebut, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana yaitu logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp1,844 miliar termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di kawasan Halim Perdanakusumah, serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.
Uang selain Rp 500 juta untuk Amin dan Eka serta emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi.
Amin, Eka dan Yaya disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ahmad disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo KUHP.