Pasalnya proyek tersebut akan mempergunakan barang atau produk dari PT Rohde and Schwarz Indonesia dan nantinya akan dikerjakan oleh Fahmi selaku agen dari Pabrikan Rohde & Schwarz. Kemudian dijanjikan tambahan komitmen fee dari Fahmi untuk Fayakhun.
"Selanjutnya terdakwa aktif melakukan komunikasi dengan Fahmi melalui perantaraan Erwin dan Adami Okta, dengan cara berkirim pesan melalui aplikasi WhatsApp yang dikirimkan terdakwa kepada Erwin dan selanjutnya diteruskan kepada Adami untuk kemudian diteruskan lagi kepada Fahmi dan demikian pula sebaliknya," lanjutnya.
Kemudian pada tanggal 29 April 2016, Fayakhun memberitahu Fahmi bahwa rekan-rekan anggota Komisi I DPR memberikan respon positif atas pengajuan tambahan anggaran dari Bakamla sebesar Rp 3 triliun rupiah dalam usulan APBN-P tahun 2016. Lalu nantinya dari tambahan anggaran tersebut terdapat proyek satelit monitoring dan drone senilai Rp 850 miliar yang dapat dikerjakan Fahmi.
"Terdakwa juga mengatakan akan 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran di Komisi I DPR untuk proyek-proyek di Bakamla RI dengan syarat terdakwa mendapatkan komitmen fee dari Fahmi untuk pengurusan tambahan anggaran tersebut," kata jaksa.
Baca Juga: Kasus Bakamla, Politikus Partai Golkar Fayakhun Segera Disidang
Dan pada tanggal 30 April 2016, Fayakhun memberitahu Fahmi bahwa dia sudah bertemu dengan Ali dan meminta Ali agar dalam usulan tambahan anggaran Bakamla tersebut dimasukkan proyek satelit monitoring dan drone senilai Rp 850 miliar untuk dikerjakan Fahmi.
"Terdakwa selanjutnya meminta tambahan komitmen fee 1 persen untuk dirinya dari nilai fee sebelumnya sebesar 6 persen, sehingga total fee yang harus disiapkan menjadi sebesar 7 persen dari nilai proyek dan khusus komitmen fee sebesar 1 persen tersebut agar diberikan kepada Terdakwa pada hari Senin tanggal 2 Mei 2016," kata Jaksa.
Karena itu pada tanggal 2 Mei 2016, Fayakhun melalui Eewin menanyakan kepada Fahmi mengenai fee sebesar 7 persen yang belum diberikan.
"Karena jika tidak segera diberikan maka terdakwa tidak mau 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran Bakamla di Komisi I DPR-RI. Atas permintaan tersebut pada tanggal 3 Mei 2016 terdakwa mendapat konfirmasi dari Erwin bahwa Fahmi setuju atau kommit dengan permintaan fee sebesar 7 persen dari nilai proyek," tandasnya.
Terhadap dakwaan tersebut, Fayakhun yang menggunakan kemeja putih lengan pendek tersebut hanya duduk dan mendengarkannya dengan serius.
Kasus yang menjerat mantan Ketua DPD Golkar DKI Jakarta ini merupakan pengembangan dari tersangka sebelumnya. Sebelumnya sudah ada Fahmi Dharmawansyah yang sudah menjadi terpidana.
Baca Juga: Korupsi Satelit Bakamla, KPK Tambah Masa Tahanan Fayakhun
Menurut jaksa, patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar Fayakhun melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.