Walhi: Penyebab Kebakaran Hutan dari Peristiwa Saling Terhubung

Rabu, 15 Agustus 2018 | 20:45 WIB
Walhi: Penyebab Kebakaran Hutan dari Peristiwa Saling Terhubung
Direktur Ekskutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayani. (Suara.com/Lili Handayani)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai peristiwa kebakaran hutan dan gambut hebat yang terjadi di tahun 2015, sesungguhnya dapat menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk mengkhiri krisis yang selama belasan tahun diwariskan dan tidak mampu diselesaikan perintah dari masa ke masa.

Direktur Ekskutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayani menerangkan tidak ada kebijakan korektif yang mampu menjawab akar masalah dari kebakaran hutan dan lahan. Sebab penguasaan korporasi atas hutan dan ekosistem rawa gambut yang dikelola dengan cara yang monokultur dan merusak lingkungan hidup.

“Di sisi yang lain, masyarakat yang berabad-abad hidup di kawasan ekosistem rawa gambut dicerabut hak-haknya,” ungkap Nur dalam diskusi bertema ‘Apakabar Pemulihan Ekosistem Rawa Gambut dan Penegakan Hukum’ di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018).

Ia mengatakan, hasil investigasi Walhi pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 tidak terlepas dari peristiwa besar lainnya yang saling terhubung, yakni pemberian besar-besaran terhadap industri logging dan kehutanan melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Rezim berganti rezim, lanjutnya, kebakaran hutan dan lahan terus terjadi. Jika periode sebelumnya, hanya sektor industri kehutanan yang menjadi aktornya. Periode berikutnya industri perkebunan sawit dan kebun kayu (pulp and paper) secara massif menguasai lahan di Indonesia.

“Ekspansi perkebunan monokultur seperti perkebunan sawit dan hutan tanaman industri menjadi penyebab utama penggundulan hutan dan pembukaan lahan gambut Indonesia,” jelasnya.

Hingga pada akhirnya, kebakaran pada lahan gambut ini selalu berulang setiap tahun pada lokasi yang sama, yang ini menunjukkan adanya salah kelola lahan gambut oleh perusahaan perusak lingkungan.

Namun, terangnya, Masuk pada masa pemerintahan Presiden Jokowi – JK, dalam Nawacita disebutkan komitmen untuk menetapkan kebijakan secara permanen, bahwa Indonesia berada pada titik kritis bahaya kemanusiaan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan hidup.

Presiden berkomitmen untuk melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan serta menyelesaikan konflik agraria akibat tumpang tindih izin. Presiden Jokowi juga berkomitmen untuk menegakkan hukum lingkungan secara konsekwen tanpa pandang bulu dan kekhawatiran kehilangan investor yang akan melakukan investasi di Indonesia.

“Namun kebakaran besar terjadi di tahun 2015. Paska itu, Presiden kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG) yang sesunggunya dapat dilihat sebagai sebuah wujud komitmen terhadap janjinya, selain mengatasi kebakaran hutan dan lahan, juga janjinya memberikan perlindungan terhadap hutan alam dan lahan gambut,” jelasnya.

Semua komitmen dan langkah- langkah yang dilakukan oleh Presiden untuk mewujudkan janji-janjinya dinilai oleh masyarakat sipil sebagai sebuah langkah penting dan mendesak yang harus terus dikawal, dan kemudian dilihat kembali sampai sejauh mana capaian atas komitmen tersebut.

Ia megatakan, dalam pembenahan tata kelola ekosistem rawa gambut, WALHI memberikan penilaian terhadap kinerja yang telah dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK, termasuk Institusi negara yang diberi mandat untuk menjalankan komitmennya, yakni pemulihan ekosistem rawa gambut dan penegakan hukum lingkungan.

“Ini bagian dari upaya untuk melihat sejauhmana komitmen negara dalam pemulihan ekosistem rawa gambut dan pembenahan tata kelola gambut,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI