Suara.com - Relawan dokter dari PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan sebagian korban luka gempa Lombok juga mengalami luka pada mental. Ini menyebabkan trauma berkelanjutan.
Dalam keterangan pers Kementerian Kesehatan, dr Franky Rumondor dari PB IDI mengatakan korban yang trauma akibat gempa bisa memengaruhi kondisi fisik pasien dan berujung pada penyakit.
"Selain pengobatan fisik, motivasi perlu diberikan untuk membangkitkan semangat pasien. Karena jika mereka dibiarkan dalam keadaan trauma akan berbahaya," kata Franky.
Dia mencontohkan kasus Mariana, seorang ibu yang mengalami gangguan buang air lantaran trauma pada saat peristiwa gempa. Mariana merasa sangat bersalah terhadap dirinya sendiri karena anaknya yang baru berusia tiga bulan tertimpa reruntuhan tepat di hadapannya.
Baca Juga: 436 Orang meninggal di Gempa Lombok, Negara Rugi Rp 5,04 Triliun
Mariana yang sedang tertidur bersama anaknya saat gempa terjadi langsung bangun dan menggendong anaknya keluar kamar. Namun ia terjatuh, bayinya terlepas dari gendongannya dan kemudian tertimpa reruntuhan di depan matanya.
"Jangan sampai Mariana berlarut-larut karena musibah itu. Karena ini tidak baik buat kesehatannya," ujar Franky.
Dia menyebutkan trauma seperti ini juga banyak ditemukan pada korban gempa lainnya. Berdsarkan laporan Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes menyebutkan korban luka masih enggan untuk dirawat di dalam gedung pelayanan kesehatan dan memilih untuk dirawat di dalam tenda.
Kementerian Kesehatan menyebutkan masyarakat kelompok rentan hingga saat ini terdiri dari 59.063 ibu hamil, 72.582 bayi, 213.724 balita, dan 304.526 lansia.
Sedangkan penyakit paling banyak yang diderita oleh pasien ialah sakit kepala tegang, gastritis (iritasi/radang pada lambung), luka-luka, nyeri sendi, ISPA, hipertensi, penyakit kulit, dan lain-lain. (Antara)
Baca Juga: Pascagempa, 70 WNA di Gili Gili Sudah Diantar ke Lombok