Pada lapak tempatnya berjualan, Tarijah juga menjajakan buku-buku dan koran bekas, selain kayu arang, dan botol bekas.
Penghasilannya tidak tentu, kalau ramai bisa mencapai Rp100 ribu. "Kalau kadung sepi ya tak dapat uang sama sekali," ujarnya.
Sedikit demi sedikit penghasilannya disisihkan untuk ditabung. Dia menyimpannya di bawah kasur tempat tidur kamar rumahnya. Kalau pergi berjualan, dia mengunci rapat-rapat pintu kamar rumahnya.
"Saya tidak tahu caranya menyimpan uang di bank," katanya.
Baca Juga: Mobil Dinas Sri Mulyani Pajaknya Mati, Kemenkeu : Sudah Dibayar
Hingga uang tabungannya yang disimpan di bawah kasur terkumpul Rp 20 juta di tahun 2010, Tarijah langsung membawanya untuk mendaftar haji.
"Saat itu masih kurang Rp 5 juta. Saya berhutang kepada seseorang untuk menutup kekurangannya. Saya cicil selama delapan tahun. Alhamdulillah sekarang sudah lunas semuanya," katanya.
Wajah Tarijah tampak berseri-seri saat ditemui di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, seakan tidak sabar untuk segera menginjakkan kaki di Tanah Suci.
Sebentar lagi, nenek penjual nasi aking itu menyandang gelar hajjah, setelah selesai memenuhi rukun Islam kelima.
Baca Juga: Korban Tewas Gempa Lombok Tembus 105 Orang, Mungkin Bertambah