Sidang Kasus BLBI, Jaksa KPK Kembali Hadirkan Mantan Ketua BPPN

Senin, 06 Agustus 2018 | 09:56 WIB
Sidang Kasus BLBI, Jaksa KPK Kembali Hadirkan Mantan Ketua BPPN
Suasana sidang kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/7/2018). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuditas Bank Indonesia (SKL BLBI) dengan terdakwa Syafrudin Arsyad Temenggung pada Senin (6/8/2018).

Pada persidangan kali ini, jaksa KPK menghadirkan kembali mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) Glen MS Yusuf atas permintaan kuasa hukum dari Syafruddin.

"Saksi Glen dihadirkan kembali karena pihak penasihat hukum meminta dan disetujui oleh majelis," kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan.

Selain Glen, hari ini jaksa juga mengahdirkan saksi dari Kantor Hukum LGS Timbul Thomas Lubis dan satu ahli dari Bada Pemeriksa Keuangan I Nyoman Wara.

Baca Juga: Aksi Fahri Hamzah Galang Bantuan Korban Gempa Lombok

Febri mengatakan, jika tidak ada perubahan kondisi, persidangan hari ini merupakan persidangan terakhir bagi jaksa untuk menghadirkan saksi-saksi. Ke depannya jaksa akan menghadirkan ahli-ahli.

"KPK semakin meyakini sejumlah poin-poin krusial di dakwaan terbukti di persidangan. Berikutnya tinggal penajaman dan penegasan perhitungan kerugian keuangan negara hari ini," katanya.

Menurut Febri, dari hasil perhitungan BPK, diduga negara dirugikan Rp 4,58 triliun. Kehadiran ahli I Nyoman Wara pada hati ini untuk menjelaskan hal tersebut.

"Akan dijelaskan sekaligus perbedaan antar sejumlah audit juga secara gamblang dapat diuraikan jika dibutuhkan di sidang," tutup Febri.

Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 4,5 triliun karena menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Bank Dagang Nasional Indonesia. Kasus yang menjerat dirinya bermula pada Mei 2002, dimana Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Baca Juga: Prediksi Timnas Indonesia U-16 vs Kamboja di Piala AFF U-16 2018

Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim yang memiliki kewajiban kepada BPPN.

SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden.

Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI