Suara.com - Aliansi Keadilan untuk Korban Perkosaan meminta agar korban perkosaan yang dijatuhi pidana enam bulan penjara. Korban pemerkosaan itu dipenjara akibat tindakan aborsi yang dilakukannya supaya dibebaskan melalui pengajuan banding di Pengadilan Tinggi Jambi.
Vonis yang dijatuhkan terhadap WA (15) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, dianggap cacat dalam proses pemeriksaan perkara dan tidak didasarkan pada pertimbangan psikologis dan trauma yang dialami korban karena diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri yakni AR.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Aliansi Keadilan untuk Korban Perkosaan di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa Pengadilan Tinggi Jambi perlu menggelar sidang terbuka dalam proses pengajuan banding mengingat selama proses persidangan di tingkat PN, pertimbangan psikologis anak korban perkosaan diabaikan.
Padahal hakim terikat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum yang mewajibkan hakim untuk menggali rasa keadilan untuk menjamin putusan yang berkeadilan kepada perempuan.
Baca Juga: Gadis Korban Perkosaan Dipidana, Perempuan Jambi Galang Petisi
"Kami harapkan lewat pemeriksaan terbuka ini hakim mampu menggali trauma psikologis yang diderita oleh korban perkosaan sehingga nantinya akan terlihat bahwa korban mengalami trauma psikologis yang membuatnya tidak mampu berkehendak bebas," ujar Maidina.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jambi juga perlu memeriksa validitas alat bukti yang dihadirkan dalam sidang di tingkat PN, mengingat terdapat indikasi adanya penyiksaan untuk memaksa WA mengakui perbuatannya, tidak adanya pertimbangan psikologis terhadap WA, serta tidak ada pembuktian yang sah dan meyakinkan yang menyatakan bayi yang ditemukan oleh warga adalah bayi korban.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Jambi bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus mengambil langkah tanggung jawab atas rehabilitasi psikologis dan sosial untuk WA beserta keluarganya, termasuk kakak lelakinya AR (18) yang harus mendekam di penjara selama dua tahun karena kasus ini.
Berdasarkan analisis putusan PN Muara Bulian, aliansi menemukan beberapa alasan yang dapat digunakan untuk menghapuskan pemidanaan atas WA diantaranya bahwa semua agenda sidang hanya dilakukan untuk kepentingan pembuktian oleh penuntut umum, sementara tidak ada satu pun saksi dihadirkan yang meringankan korban.
Bahkan, perbuatan materiil aborsi yang dituduhkan dalam dakwaan hanya dibuktikan dari pengakuan korban, yang diduga kuat dipaksa hingga disiksa dalam proses penyelidikan.
Baca Juga: Pamit ke Warnet dan Ditunggu Ibu Sampai Malam, Bunga Diperkosa
"Pengakuan itu terdapat indikasi terjadinya penyiksaan karena bantuan hukum baru hadir pada sidang pertama. Bantuan hukum itu pun tidak efektif serta tidak kredibel karena agenda sidang sama sekali tidak ada yang terkait dengan kepentingan pembelaan," kata Maidina.