Tommy Soeharto Bakal Nyapres Jika Presidential Threshold Dihapus

Jum'at, 03 Agustus 2018 | 16:12 WIB
Tommy Soeharto Bakal Nyapres Jika Presidential Threshold Dihapus
Tommy Soeharto saat diwawancarai Al Jazeera, Sabtu (19/5/2018). [Al Jazeera]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Berkarya memastikan, bakal mendaftarkan ketua umumnya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, menjadi bakal calon presiden pada Pilpres 2019.

Tommy bakal diusung partai baru tersebut kalau Mahkamah Agung mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden.

Sama seperti penggugat, Partai Berkarya berkeinginan PT ditetapkan sebsar nol persen alias dihapus dari UU tersebut.

Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengatakan, masih menunggu keputusan hakim agung mengenai gugatan tersebut.

Baca Juga: Ulama Berpolitik? Wakil Ketua MPR: Biar Koruptor Dipotong Tangan

Ia mengklaim, kalau PT jadi dihapus, maka massa partainya menginginkan Tommy Soeharto menjadi capres.

"Kalau keputusannya PT nol persen, saya ingin umumkan kader dan massa Partai berkarya, termasuk warga yang mencintai Pak Harto (Soeharto; ayah Tommy sekaligus penguasa era Orde Baru), mengusulkan Tommy sebagai capres,” kata Priyo saat ditemui di Kantor DPP Partai Berkarya, Jakarta Selatan, Jumat (3/8/2018).

Menurutnya, peta politik jelang Pilpres 2019, terutama mengenai nama-nama capres serta koalisi partai, bakal ikut berubah kalau MA jadi menghapus syarat PT.

Sebab, penghapusan PT itu membuat setiap partai politik peserta Pemilu 2019 bisa mengajukan capres – cawapresnya masing-masing, tak perlu berkoalisi.

Untuk diketahui, Tommy selama ini dikenal karena sempat terseret sejumlah kasus pelanggaran hukum. Pada 22 September tahun 2000, Tommy diputus bersalah dalam kasus patgulipat ruilslag alias tukar guling PT Goro dengan Bulog.

Baca Juga: Pemerintah dan DPR Didesak Susun UU Perbantuan Soal Terorisme

Akibatnya, ia harus membayar ganti rugi senilai Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan penjara 18 bulan. Vonis hukuman Tommy juga ditambah menjadi 15 tahun, lantaran diketahui merencanakan pembunuhan terhadap Hakim Agung  Syaifuddin Kartasasmita pada 26 Juli 2001.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI