Suara.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) angkat bicara soal kasus dugaan korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau. Menurut Walhi, proyek yang merupakan bagian dari program 35 ribu Mega Watt listrik tersebut sudah direncanakan oleh pemerintah.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (2/8/2018).
"Ini juga yang kami sampaikan, Riau 1 ini kan termasuk dari rencana pemerintah untuk 35 ribu. Kami menduga kuat bahwa sebenarnya 35 ribu ini sudah dibagi-bagi. Jadi proses korupsinya sudah direncanakan," katanya.
Menurutnya, praktik seperti itu menjadikan tantangan tersendiri buat KPK. Sebab, hal tersebut seharusnya tidak terjadi dan peleu dicegah, sehingga kerugian keuangan negaranya tidak ada.
Baca Juga: Jaksa KPK Tolak PK Eks Seteru Ahok yang Jadi Napi Korupsi
"Kenapa kami katakan sprt itu, karena kami juga dari proyek 35 ribu itu kan sebenarnya banyak dibangun di wilayah yang sebenarnya tidak memerlukan listrik tambahan," kata Nur.
Seperti di Jwa-Bali kata dia, sudah melebohi produksi listrik, tetapi oleh pemerintah terus dibangun. Dan hal tersebut kata dia berkaitan dengan perizinan batubara.
"Padahal saat ini, kondisi listrik yang over supply itu, PLN sbenarnya dari IPP (independen power production) lebih dati yang dibutuhkan untuk konsumsi dan kerugian negara pada umumnya," lanjut Nur.
Melihat kondisi yang dinilainya janggal tersebut, dia pun meminta KPK agar lebih jeli dan konsen terhadap rencana pemerintah tersebut.
"Ini yag sebenarnya kami minta KPK juga untuk melihat rencana-rencana proyek skala besar, karena disini lah sebenarnya dari sejak proses perencanaan itu sudah mulai terjdi transaksi-transaksi dan pembagian-pembagian konsesi," tandasnya.
Baca Juga: PKB Ganti 3 Bakal Calegnya yang Berstatus Eks Narapidana Korupsi
Terkait kasus PLTU Riau 1, KPK sudah menetapkan Pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka.