Suara.com - Sebuah bom meledak di depan rumah Duta Besar (Dubes) Filipina di Menteng, Jakarta Pusat pada 1 Agustus 2000 lalu. Bom yang berasal dari sebuah mobil tersebut menewaskan Dubes Filipina Leonides T Caday dan 19 orang lainnya terluka.
Selain menewaskan Dubes Filipina, akibat ledakan tersebut, gedung KPU dan rumah Dubes Bulgaria yang ada didekatnya juga rusak.
Terkait siapa otak dari pelaku pemasang bom tersebut, salah seorang pelaku bernama Abdul Jabar bin Ahmad Kandai menyerahkan diri ke Mapolda Nusa Tenggara Barat dengan diantara oleh seorang anggota keluarganya pada 2002.
Dari keterangan Abdul itulah kemudian didapatkan informasi adanya keterlibatan dua pelaku lainnya, yakni Faturrahman Al-Ghozi alias Saad dan Edi Setiono alias Usman.
Baca Juga: Viral di Facebook, Kebun Binatang Mengecat Keledai Mirip Zebra
Baca Juga : Ini Dia Honda Forza 250, Penantang Yamaha Xmax 250 yang Nampang di GIIAS 2018
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Jakarta Pusat, Senin, 8 September 2003, Abdul mengakui keterlibatannya dalam pengeboman Kedubes Filipina. Keterlibatannya diakui berawal dari Usman yang memintanya untuk mencari tahu lokasi Kedubes Filipina dan sebuah rumah kontrakan.
Di rumah kontrakan, Abdul diperkenalkan dengan Saad, yang menjelaskan bahwa dirinya anggota Front Pembebasan Islam Moro utusan Syekh Slamet Hasyim. Saad juga menjelaskan bahwa dirinya mendapat tugas memburu Dubes Filipinda di Jakarta sebagai aksi balas dendam atas pembakaran kamp Abu Bakar di Mindanao, Filipina Selatan.
Abdul juga menjelaskan saat itu dirinya hanya berperan mengangkut bahan-bahan peledak yang disimpan di tiga karung ke dalam mobil Carry merah. Kemudian, mobil tersebut dikemudikan oleh Usman menuju kawasan Kedubes Filipina dan diparkirkan di depan rumah Dubes Filipina. Sementara Abdul dan Saad mengendarai motor.
Baca Juga : Wah, Pemain Sepak Bola Wanita Lebih Rawan Alami Kerusakan Otak daripada Pria
Baca Juga: Tega! Bayi Dimasukkan ke Kardus Mie Lalu Dibuang di Depan Masjid
Saat itu Abdul mengikuti Saad yang membuntuti mobil Dubes Filipina yang baru saja keluar dari kantornya, sekitar 200 meter dari lokasi kejadian. Ketika mobil dubes mendekat, Saad menekan tombol remote control yang berbentuk Handy-Talky untuk meledakan bom.
Pada 13 Oktober 2003, Abdul dijatuhi hukuman 20 tahun penjara untuk mempertanggung jawabkan tindakannya. Abdul terbukti secara sah membawa dan mempergunakan amunisi atau bahan peledak.
Selain itu, Abdul juga terbukti terlibat dalam sejumlah akis pengeboman gereja di malam natal tahun 2000, yakni Gereja Anglikan Menteng, Jakarta Pusat, dan Gereja Oikumene di Jalan Angkasa Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.
Pelaku lainnya, Edi Setiono alias Usman juga merupakan pelaku pemboman di Hotel Aston Atrium Senen, Jakarta Pusat, pada 1 Agustus 2001. Usman berhasil ditangkap sebulan kemudian. Lalu pada Senin, 13 Mei 2002, Usman dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara itu, Faturrahman Al-Ghozi alias Saad tertangkap pada 15 Januari 2002 saat hendak terbang dari Manila, Filipina, menuju Bangkok, Thailand. Saad lalu dihukum 17 tahun penjara atas tuduhan kepemilikan bahan peledak ilegal pada April 2002.
Saad sempat melarikan diri dari penjara pada Juli 2003. Namun, pada 12 Oktober 2003, diberitakan bahwa Saad tewas dalam baku tembak dengan polisi di Mindanao, Filipina Selatan.
(Kriminologi.id/jaringan Suara.com)