Suara.com - Direktur Utama PT. Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) Sofyan Basir tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedianya, pemanggilan Sofyan hari ini menjadi saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo yang terjerat dalam kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Sofyan tidak memenuhi panggilan KPK karena harus menghadiri rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan topik Strategi Kebijakan Memperkuat Cadangan Devisa.
"Kan ada ini (ratas). Menurut kamu gimana?" ujar Sofyan seusai ratas di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/7/2018).
Sofyan sudah minta KPK untuk menjadwalkan ulang. Kepada wartawan ia memastikan akan memenuhi undangan penyidik pada panggilan berikutnya.
Baca Juga: Amankan Pasokan Listrik Asian Games, PLN Gelontorkan Rp 5 Triliun
"Harus-harus (datang kalau dipanggil). Besok pun kita udah harus. Nggak ada masalah," katanya.
Ia menerangkan, ratas tadi salah satunya membahas tentang rencana pemerintah menghapus aturan kewajiban memasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri bagi pembangkit listrik yang dioperasikan PT PLN (Persero), atau biasa disebut Domestic Market Obligation(DMO) batu bara.
"Ini kan penting banget, karean DMO masalahnya ya. Jadi masalah DMO, masalah biodiesel, dua-duanya case PLN ya kan. Kan nggak mungkin (saya tidak hadir)," katanya.
Untuk diketahui, sebelumnya Sofyan pernah diperiksa KPK pada tanggal 20 Juli 2018. Saat itu, dia mengaku ditanyakan oleh KPK terkait tugas dan kewajibannya sebagai Dirut PT PLN.
Selain Johannes, KPK juga sudah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka. Politikus Partai Golkar itu ditangkap KPK saat sedang berada di kediaman Idrus Marham.
Baca Juga: PLN Akui Pegawainya Ditangkap Densus 88, Diduga Jaringan Teroris
Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari 'commitment fee' 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.