Suara.com - Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas (ratas) membahas strategi kebijakan memperkuat cadangan devisa. Rapat yang dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet kerja dan pejabat negara ini berlangsung di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/7/2018) pukul 11.00 WIB.
Saat memberikan pengantar, Jokowi mengatakan pembahasan cadangan devisa diperlukan agar Indonesia semakin kuat menghadapi gejolak ekonomi global.
"Saya melanjutkan ratas yang lalu, hari ini akan dibahas strategi kebijakan untuk memperkuat cadangan devisa kita, agar daya tahan ekonomi kita semakin kuat, semakin meningkat," ujar Jokowi.
Jokowi kemudian meminta dua hal. Pertama pengendalian impor dan peningkatan ekspor.
Baca Juga: Catat, Ini Jadwal Buka Tutup 19 Tol Jakarta Selama Asian Games
Kepala Negara menerangkan, pada ratas sebelumnya ia telah meminta pada menteri dan lembaga terkait untuk menjalankan mandatori biodiesel.
"Saya minta updatenya, karena data yang saya terima berpotensi menghemat besar sekali. Saya juga minta evaluasi detail impor barang yang tak strategis yang kita stop dulu atau kurangi atau hentikan," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus memiliki strategi detail produk apa saja yang harus diperkuat dan fokus melihat kendala eksportir di negara yang jadi tujuan.
"Ada beberapa hal yang secara detil saya sampaikan. Kalau ada hambatan perdagangan saya minta segera selesaikan," katanya lagi.
"Perlu saya tekankan lagi, situasi negara saat ini butuh dolar. Karena itu saya minta seluruh kementerian dan lembaga betul-betul serius tidak ada main-main menghadapi ini. Saya nggak mau lagi bolak balik rapat tapi implementasi nggak berjalan baik," Jokowi menambahkan.
Baca Juga: TNI AL Akui Penembak Mati Herdi Sibolga Mantan Tentara
Sejumlah menter yang hadir dalam rapat tersebut di antaranya Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Kemudian Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.