Peneliti: Pemasangan Waring Kali Item Tidak Relevan

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 31 Juli 2018 | 11:28 WIB
Peneliti: Pemasangan Waring Kali Item Tidak Relevan
Wajah Kali Sentiong atau Kali Item setelah dipasang jaring hitam atau waring. (Suara.com/Yosea Arga Pramudita)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sorotan dari sejumlah kalangan mengiringi penanganan Kali Sentiong atau biasa disebut Kali Item. Mulai dari Pemprov DKI Jakarta, pemerintah pusat hingga Keluarga Besar Alumni UGM DKI Jakarta (Kagama) berupaya agar kali tersebut menjadi bersih dan normal.

Sejumlah upaya pun dilakukan, mulai dari pemasangan kain waring, aerator, nano nubble, blower, surface aerator, rekayasa aliran air, penyemprotan cairan penghilang bau, penyemprotan cairan mikroba hingga menabur bubuk penghilang bau.

Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Umi Lutfiah mengatakan, jika dilihat, berbagai upaya yang telah dilakukan merupakan penanggulangan dari sektor hulu. Padahal, yang harus dipikirkan adalah bagaimana menanggulangi masalah Kali Item mulai dari sisi hilir atau pencegahan.

Upaya pencegahan hulu akan membutuhkan biaya yang tidak murah. Nano nubble memang bisa digunakan namun sangat tergantung dari seberapa besar tingkat pencemarannya. Sedangkan biaya nano nubble jelas tidak murah.

Baca Juga: Kasus Suap Gubernur Aceh, KPK Periksa Staf Aceh Marathon

Satu upaya yang jelas sangat tidak relevan untuk dilakukan adalah pemasangan kain waring. Pemasangan ini hanya akan menambah bengkaknya biaya operasional. Tingkat keefektifan kain waring patut dipertanyakan, terbukti setelah pemasangan kain waring bau di Kali Item tidak kunjung reda.

Upaya lain yang dilakukan sebenarnya bisa cukup membantu, seperti penggelontoran aliran air dan penyebaran cairan mikroba hingga serbuk DeoGone yang dilakukan oleh Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Namun, ada dua hal yang patut untuk diperhatikan dalam penanganan Kali Item ini.

Pertama, penguatan koordinasi antar pihak yang peduli terhadap Kali Item. Koordinasi sangat diperlukan agar upaya yang dilakukan lebih masif dan terstruktur sehingga tingkat keberhasilannya akan lebih tinggi. Koordinasi penting juga dilakukan untuk menghindari saling klaim jika bau Kali Item sudah dapat diatasi.

Kedua, fokus penanganan pada sektor hilir atau pencegahan. Data dari BPPT menyebutkan, 75 persen pencemaran air sungai di DKI Jakarta disebabkan oleh limbah domestik. Limbah domestik ini justru limbah yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, toko, pasar, mal, hotel, dan sekolah-sekolah baik grey water (air bekas) ataupun black water (air kotor/tinja).

"Fakta tersebut harusnya kembali menyadarkan pemerintah untuk berupaya mengendalikan air limbah domestik ini," ujar Umi melalui keterangan tertulisnya yang diterima Suara.com, Selasa (31/7/2018).

Baca Juga: Rahasiakan Cawapres Jokowi, Nasdem: Prabowo Belum Umumkan Koalisi

Cara jangka panjang yang dapat dilakukan adalah dengan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Umumnya satu IPAL bisa menampung 150 kepala keluarga dengan biaya Rp 100 juta. Belum lagi biaya pengalihan lahan yang tidak sedikit, karena satu IPAL membutuhkan lahan 500 meter persegi. Alasan mahalnya biaya pembuatan IPAL dapat disiasati dengan memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang menaruh perhatian kepada isu sanitasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI