Suara.com - Pengamat politik dari Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, menilai Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengalami dilema tentukan calon wakil presiden (cawapres), antara Habib Salim Segaf Al Jufri dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Said menyebut, kemunculan nama Habib Salim Segaf Aljufri oleh Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU) sebagai kandidat cawapres Prabowo tampaknya akan membuat proses penentuan cawapres menjadi semakin alot.
"Kalau saja bukan nama Habib Salim yang dimunculkan, mungkin nama cawapres Prabowo bisa lebih cepat disepakati oleh Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat," kata Said, dilansir dari Antara, Selasa (31/7/2018).
Baca Juga: Begini Resep Anti-Cedera Marc Marquez
Sebab, lanjut Said, diantara empat nama cawapres Prabowo yang sebelumnya mengemuka, yaitu Ahmad Heryawan atau Aher (PKS), Zulkifli Hasan atau Zulhas (PAN), AHY (Demokrat) dan Anies Baswedan, posisi terkuat sudah ditempati oleh AHY.
Menurut dia, AHY menguat karena PAN tidak terlalu 'ngotot' memajukan Zulhas. Sedangkan Anies, karena bukan orang partai, dorongannya tidak cukup kuat.
Sementara Aher, dari sisi elektabilitas dia diperhitungkan kalah kuat dari AHY.
"Jadi, kalau empat ketua umum parpol itu duduk semeja, misalnya, perdebatan nama cawapres diantara mereka saya kira hanya akan berpusat pada dua nama saja: AHY dan Aher," jelasnya.
Namun ketika mereka beradu data untuk menimbang secara objektif tentang kelebihan dan kekurangan AHY dan Aher, maka timbangan tentang prospek penambahan suara bagi Prabowo sepertinya akan lebih berat ke AHY.
Said mengatakan, terbatasnya tingkat pengenalan, basis dukungan, dan pengaruh Aher boleh jadi membuat kadar timbangannya menjadi ringan.