Suara.com - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jerry Sumampouw menyesali Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak terbuka dalam menetapkan nama-nama caleg mantan terpidana korupsi alias koruptor.
Ia menuding ada permainan dibalik penetapan nama-nama tersebut. Beruntung, setelah direkapitulasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), diketahui sejumlah nama mantan koruptor yang berhasil lolos.
"Sebetulnya nuansa politik dari proses ini masih sangat kuat. Sayangnya akses seperti ini tidak dibuka kepada publik," ujar Jerry di kawasan Jakarta Pusat.
Saat ini KPU sendiri sudah menggunakan sistem SILON dalam mengawasi calon legislatif DPRD dan DPR RI. Sayangnya, hingga sekarang publik belum bisa mengakses sistem tersebut. Dampaknya, publik tidak tahu siapa saja calon-calon yang mantan napi korupsi yang tetap dimajukan oleh partai pengusung.
Baca Juga: Alasan Sebenarnya Edy Rahmayadi Enggan Lepas Jabatan Ketum PSSI
"Permainan bisa saja terjadi antara KPU dan parpol. Kalau Anda ikuti, sebetulnya ada juga dinamika partai, di mana para calon dijanjikan di dapil kemudian gak ada. Begitu juga pindah ke dapil lain dan dijanjikan di nomor urut 1, tiba-tiba ke nomor urut 7. Ada dinamika seperti ini," ujar Jerry.
Sementara itu, pengamat Politik, Ray Rangkuti menyayangkan, di tengah kondisi demokrasi yang kian membaik, sistem Pemilu saat ini masih memiliki banyak cela.
Menurutnya Ray sendiri, caleg mantan koruptor sudah rusak mentalnya dan tidak perlu untuk dimajukan kembali.
"Pemilu mencari orang amanah, itu tujuannya. Nyata-nyata sudah berkhiat terhadap tujuan itu kok masih diperbolehlan ikut Pemilu," ketus Ray.
Ray meminta komitmen partai-partai politik untuk menolak caleg mantan koruptor, pengedar narkoba dan penjahat seksual. Khusus caleg mantan koruptor, menurut Ray, hanya akan melahirkan anggota dewan yang memperjuangkan kepentingan partai dengan korupsi, bukan kepentingan rakyat.
"Jangan sampai tragedi KPK nangkap tiap minggu, yang disalahin KPK. Anda masukin orang jahat ya ditangkap," tandasnya.