Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuditas Bank Indonesia (SKL BLBI) dengan terdakwa Syafrudin Arsyad Temenggung, Senin (30/7/2018).
Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ini, jaksa KPK menghadirkan 15 orang saksi dari pihak swasta. Itu dilakukan KPK karena ke-15 orang tersebut dapat memperkuat dakwaan terhadap mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut.
"Sebagian besar saksi kami duga memiliki keterkaitan dalam hubungan bisnis dengan obligor, Sjamsul Nursalim dan satu saksi diindikasikan merupakan direktur perusahaan yang terkait dengan terdakwa SAT (PT. Kurnia Cipta Pratama)," kata juru bicara KPK kepada wartawan.
Kelima belas saksi tersebut terbagi berasal dari berbagai pihak. Di mana 12 saksi berasal dari pihak Gadjah Tunggal Group. Mereka adalah
Budhi Tanasaleh, Laura R, Nyoto, Dawud Diri, Nastohar, Indrawana Widjaja, Jusuf, Agus,
Maria Feronica, Ferry Hollen, Kisyuwono, Herman K atau Robert, dan Samsul Bahri.
Baca Juga: Berbatik Biru, SBY Datang ke Rumah Prabowo: Selamat Pagi
"Kemudian ada Direktur PT Sapta Sejahtera, Jamin Wahab dan Direktur PT Kurnia Cipta Pratama, Alex Haryono," katanya.
Sebelumnya, KPK mengatakan bahwa kesaksian para saksi yang sudah dihadirkan telah memperkuat dakwaan jaksa KPK terhadap Syafruddin. Meski begitu, KPK masih terus menggali keterangan dari para saksi lainnya.
Dalam perkara ini, Syafruddin didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 4,5 triliun karena menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku Pemegang Saham Bank Dagang Nasional Indonesia. Kasus yang menjerat dirinya bermula pada Mei 2002, dimana Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Namun pada April 2004 Syafruddin malah mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres nomor 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Presiden.
Baca Juga: 80 Petugas Dikerahkan Evakuasi Pendaki yang Terjebak di Rinjani
Atas perbuatannya, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.