Suara.com - Para korban gempa Lombok yang mengungsi di lapangan Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terpaksa bermalam dalam kondisi gelap gulita karena ketiadaan listrik sejak gempa 6,4 Skala Richter mengguncang pulau itu Minggu pagi (29/7/2018).
Sejumlah warga yang berada di lokasi pengungsian di salah satu desa terparah akibat gempa itu pada Minggu malam mengaku tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi itu. Meski memang telah menerima generator oleh pemerintah, namun tidak bisa digunakan karena rusak.
"Sampai sekarang di lokasi pengungsian belum ada listrik. Bahkan, seluruh Sembalun mati lampu," ujar Amak Raodah seorang warga di lokasi pengungsian.
Menurutnya, selain tidak ada listrik, dirinya bersama ratusan pengungsi lainnnya masih membutuhkan sejumlah bantuan, seperti selimut, air minum, dan generator untuk penerangan.
"Kalau makanan dan minuman sudah kami terima dari pemerintah walaupun masih kurang. Tapi yang perlu ini ada aliran listrik biar tidak gelap kalau malam dan selimut," ucapnya.
Ia mengaku, tidak tahu sampai kapan kondisi seperti ini terjadi. Karena, jika kembali ke rumah sudah tidak bisa ditempati, karena sudah rata dengan tanah akibat gempa yang terjadi pada Minggu pagi. Namun, meski begitu ia berharap agar aliran listrik di lokasi pengungsian cepat tersedia.
Deputi Manajer Hukum Humas PLN NTB Fitriah Adriana mengatakan, pemadaman dilakukan lantaran aspek keamanan.
"Demi alasan keamanan, supply listrik PLN harus kami padamkan sehubungan dengan bencana gempa bumi yang mengguncang beberapa daerah Lombok Utara dan Lombok Timur," jelasnya.
Ia menyebutkan, sejumlah wilayah yang terdampak pemadaman meliputi Obel obel, Sembalun, Sambelia, Pringgabaya, dan sekitarnya. Tim PLN, lanjutnya, sedang mengecek kondisi di lapangan.
"Saat ini, tim PLN sudah di lokasi untuk memastikan jaringan dalam kondisi aman untuk melakukan penormalan sistem. Mohon doanya untuk kelancaran pekerjaan sehingga supply listrik bisa segera kembali normal," terangnya.