”Kami bekerja di Menteng. Tempat yang aman untuk beroperasi. Di rumah Menteng itu ada pembagian ruangan. Ruangan depan, berisi buzzer yang menyebar konten positif tentang Ahok. Tapi di balik ruangan itu, ada kami, penyebar konten negatif tentang lawan Ahok,” tukasnya.
Banyak akun palsu milik mereka sebenarnya hanya mendapat pengikut sedikit, yakni dalam jumlah ratusan warganet. Tapi, mereka juga memanfaatkan tagar yang tengah populer di Twitter setiap hari, untuk meningkatkan visibilitas unggahan mereka.
Fenomena menggunakan tagar yang tengah populer untuk berpropaganda soal politik, pernah menjadi fokus perhatian Pradipa Rasidi, aktivis Transparency International di Indonesia.
"Awalnya, kalau dilihat, tulisan-tulisan yang memakai tagar nonpolitik tapi tengah trending di Twitter hari itu, tampak normal. Tapi kemudian mereka terus membanjiri tulisan tentang politik,” terangnya.
Baca Juga: TGB Akhirnya Keluar dari Partai Demokrat
Ahli strategi kampanye media sosial yang pernah bekerja untuk lawan Ahok pada Pilpada DKI 2017 juga mengatakan, buzzer adalah industri besar.
“Beberapa orang dengan akun berpengaruh dibayar sekitar Rp 20 juta hanya untuk satu tweet. Atau jika Anda ingin menjadi trending topik selama beberapa jam, itu harganya antara Rp 1 juta sampai Rp 4 juta,” kata orang yang hanya ingin diidentifikasi nama depannya, Andi.
Bekerja untuk pemerintah
Pemerintah Indonesia telah membuat gebrakan untuk memberangus akun-akun medsos penyebar hoaks maupun ujaran kebencian. Tapi buzzer, yang beroperasi di “daerah abu-abu”, sebagian besar lolos dari pemblokiran tersebut.
Alex menyebut banyak buzzer yang disewa oleh politikus lain, termasuk rekan-rekannya yang dulu bekerja untuk Ahok.
Baca Juga: Tiket Upacara Pembukaan Asian Games Telah Terjual 20 Persen
Bahkan, seperti diberitakan The Guardian, pemerintah pusat tampaknya menggunakan taktik seperti itu. Akun Twitter @IasMardiyah, misalnya, yang dikatakan Alex dimanfaatkan oleh tim buzzer pro-Ahok-nya, sekarang mengunggah pesan-pesan propaganda untuk Presiden Joko Widodo alias Jokowi.