Suara.com - Ancaman bencana kelaparan di Yaman naik 25 persen sebagai akibat dari kekurangan pangan yang parah tahun ini serta pertempuran di kota pelabuhan utama Hudaidah. Hal ini diungkap sejumlah organisasi kemanusiaan.
Hudaidah selama ini menjadi titik masuk penyaluran bantuan internasional bagi jutaan warga.
Ratusan orang terpaksa mengungsi akibat konflik dan banyak di antara mereka tidak bisa makan dengan teratur dan mengemis di jalanan. Sekitar 8,4 juta warga Yaman diperkirakan sudah nyaris kelaparan.
"Kami menilai negara ini telah berada di ujung tanduk dalam hal bencana kelaparan. Bencana ini bisa melanda mereka kapan saja," kata Suze van Meegen, juru bicara organisasi Norwegian Refugee Council kepada Reuters melalui sambungan telepon dari kota Sanaa.
Baca Juga: Kelaparan, Buruh Serabutan Jambret Emak-emak untuk Beli Mi Ayam
"Kami menyaksikan kondisi memprihatinkan yang memburuk. Semakin banyak orang yang mengemis di jalanan," kata dia.
Program Pangan Dunia PBB (WFP) mengatakan bahwa empat dari 10 anak (atau sebanyak 40 persen) anak di bawah umur lima tahun kini menderita kekurangan gizi akut. Mereka juga memperkirakan jumlah pengungsi telah naik menjadi 200.000 orang sejak pertempuran di Hodeida dimulai.
"Pencegahan bencana kelaparan di Yaman akan bergantung pada kemampuan WFP dan badan kemanusiaan lain untuk mendistribusikan bantuan kepada mereka yang sangat membutuhkan," kata Stephen Anderson, direktur WFP untuk Yaman.
Pada tahun lalu, PBB sempat menyatakan bahwa sejumlah wilayah di Yaman telah dilanda bencana yang mirip dengan kelaparan. Tetapi tidak semua daerah memenuhi kualifikasi bencana tersebut.
Untuk dinyatakan sebagai negara yang mengalami kelaparan, prosentasi penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri harus mencapai lebih dari 20 persen. Syarat kedua, ada sekitar 30 persen anak di bawah umur lima tahun yang menderita kekurangan gizi akut. Sementara yang terakhir, angka kematian setidaknya naik dua kali lipat.
Baca Juga: Kasihan, Puluhan Kucing di Riau Kelaparan Ditinggal Mudik
Pertempuran di Hudaidah dimulai saat pasukan pimpinan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mulai melancarkan operasi militer di kota pelabuhan itu. Hudaidah kini menjadi ajang pertempuran terbesar dalam konflik yang telah menewaskan lebih dari 10.000 orang.