Suara.com - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat (20/7/2018). Dia diperiksa sebagai saksi terkait dugaan kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Pantauan Suara.com, Sofyan Basir yang mengenakan kemeja putih itu tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.00 Wib didampingi beberapa stafnya. Namun ia enggan memberikan keterangan terkait pemeriksaannya hari ini.
Sofyan Basir pun memasang raut muka datar ketika ketika memasuki gedung KPK.
“Iya, saya diperiksa sebagai saksi,” kata Sofyan.
Dikonfirmasi mengenai peran PLN dalam penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir pun membantah.
"Nggak ada (penunjukkan langsung)," ujar dia.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Sofyan Basir diperiksa terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Recourses Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai pihak yang menggarap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Penyidik mendalami peranan PLN dalam penunjukan langsung tersebut.
"Peran PLN dalam skema kerja sama menjadi salah satu hal yang perlu didalami penyidik setelah menggeledah kediaman dan kantornya," kata Febri.
Dalam perkara ini, KPK menduga ada keterlibatan PLN. Dari penggeledahan di sejumlah lokasi, penyidik telah memperoleh bukti-bukti penunjukan langsung Blackgold sebagai penggarap proyek PLTU Riau-1.
Apalagi dalam kerja sama proyek PLTU Riau-1 ini, PLN memiliki 51 persen saham. Kemudian sisa sahamnya dimiliki oleh anak perusaaan PLN, investor dari Cina, serta sejumlah konsorsium, salah satunya perusahaan milik Johannes.
Sementara itu, KPK telah menetapkan dua tersangka. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
Eni sudah menerima suap dari Johannes sebesar Rp 4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp 2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga.
Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembakit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap "letter of intent" (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).