Suara.com - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengungkapkan penyebab kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan belum selesai hingga saat ini.
Menurutnya, kasus yang menyebabkan kedua mata Penyidik senior KPK tersebut rusak, karena termasuk dalam pola 'hit and run'. Di mana dilakukan dalam sekejap lalu pelakunya melarikan diri, sama seperti pelaku bom molotov.
"Ini juga yang terjadi dengan kasus saudara Novel Baswedan. Ini kan 'hit and run' yang sangat cepat, lempar terus pergi," kata Tito saat rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Ia menuturkan, untuk mengungkapkan kasus-kasus yang masuk dalam pola 'hit and run' sangat sulit dibandingkan dengan kasus yang besar, seperti bom Surabaya atau bom Bali. Pasalnya, kalau peristiwa besar seperti itu banyak jejak yang ditinggalkan.
Baca Juga: KM Oranye Berpenumpang Mahasiswa IPB Tenggelam, 2 Tewas
Namun, terhadap kasus Novel ini, Polri mengalami kesulitan, meskipun sudah melakulan banyak hal seperti memeriksa puluhan saksi dan bukti-bukti seperti CCTV yang ada di lokasi kejadian.
"Bahkan sekarang sudah melibatkan instansi pengawas, mulai dari Kompolnas, Ombudsman, Komnas HAM, kemudian tim yang dibentuk oleh KPK sendiri, kemudian tim yang bekerjasama dengan kepolisian, tetapi belum juga (terungkap pelakunya)," katanya.
Mantan Kapolda Metro Jaya tersebut mengatakan, pihaknya akan terus bekerja keras. Sebab, bukan hanya kasus Novel Baswedan saja yang mengalami hal serupa.
Dia mencontohkan, kasus bom kedutaan Filipina yang terjadi pada tahun 2000 namun baru terungkap tahun 2003 setelah terjadi bom Bali.
Padahal, kasus tersebut digangani oleh Tito sendiri. Kemudian kasus pembunuhan suami istri di Kalimantan Barat yang hingga kini belum juga terungakap.
Baca Juga: Presiden FFF Bicara Soal Deschamps dan Zidane di Timnas Prancis
"Kami akan tetap berusaha agar terungkap, karena semakin cepat, ini juga mengurangi beban polisi," kata Tito.
Tito mengatakan, untuk mengungkap kasus besar mudah karena ada alatnya, yakni signature. Namun, kejadian yang bomnya semakin mudah dibuat, maka semakin sulit diungkapkan.
"Sebaliknya, makin mudah bom dibuat semakin sulit, seperti bom molotov tinggal kasih minyak, masuk kasih sumbu, lempar, kemudian naik motor pergi, itu yang potensi pelakunya banyak sekali," katanya.
"Dan ada kasus molotov lain yang terjadi seperti di kedutaan besar Myanmar, waktu lagi ramai masalah Rohingya, ini saya tadi tanya ke kapolda, belum terungkap juga. Lalu ada kasus putra dari salah satu Kapolres di bacok, terjadi 6-7 bulan lalu, sampai sekarang belum juga terungkap, kenapa? Karena 'hit and run,'" tandas Tito.