Suara.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan pada 27 Juni 2018 kemarin berjalan dengan aman dan lancar. Hampir tidak terjadi gejolak atau persoalan serius yang dapat mengganggu pelaksanaan Pilkada.
Sebanyak 171 daerah yang terdiri dari 17 propinsi, 39 kota dan 115 kabupaten telah menjalankan proses pilkadanya dan berdasarkan quick count sudah dapat diketahui siapa bakal calon pemimpin yang menang meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengumumkannya secara resmi.
Anggota Komisioner KPU, Ilham Saputra mengatakan, dari 171 daerah yang menjalankan Pilkada tersebut total anggaran naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) demi pelaksanaan Pilkada sekitar Rp 12,84 triliun. NPHD untuk tingkat propinsi sebesar Rp 8,01 triliun, NPHD tingkat kabupatan dan kota sebesar Rp 4,82 triliun.
Ilham menambahkan, dalam pilkada kemarin sebanyak 152.079.997 daftar pemilih tetap yang telah dinyatakan oleh KPU. Jumlah itu terdiri dari 49,96 persen lak-laki atau sekitar 75.987.321 orang, untuk DPT perempuan sebanyak 50,04 persen atau sekitar 76.092.676 orang dan 0,37 persen merupakan penyandang disabilitas atau sekitar 556.741 orang.
KPU mencatat tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sebesar 72,68 persen (laki–laki sebanyak 69,90 persen dan perempuan sebesar 75,93 persen).
Untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tingkat partisipasinya sebesar 75,56 persen (Laki–laki sebanyak 73,46 persen dan perempuan sebesar 77,68 persen).
Sedangkan untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota sebesar 73,82 persen (Laki–laki sebanyak 70,76 persen dan perempuan sebesar 76,90 persen).
Meski tergolong aman dan lancar, KPU tidak menampik adanya gugatan yang dilayangkan kepadanya atas hasil Pilkada. Sebanyak 68 gugatan telah dicatat KPU. Dari jumlah itu terdapat 8 gugatan yang dinyatakan memenuhi ambang batas.
Kedelapan gugatan tersebut terjadi untuk hasil Pilkada di Provinsi Maluku Utara, Kota Cirebon, Kota Tegal, Kabupaten Sampang, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Bolaang Mangondow Utara, Kabupaten Deiyai.
Karo Divhumas POLRI, Mohammad Iqbal, mengatakan Polri berkewajiban menjaga keamanan dan kelancaran selama proses pilkada sejak awal hingga akhir terutama jelang pengumuman pemenang Pilkada. Menurutnya, Pilkada memang rentan terjadi konflik hingga perpecahan karena berbagai faktor.
Diantaranya partai politik pendukung atau pengusung calonnya semuanya memiliki kepentingan yang berbeda.
Selain itu adanya oknum yang tidak netral dari penyelenggara Pemilu. Biasanya terjadi di KPUD, Panwasda, Panwascam, Aparatur Sipil Negara dan Aparat Keamanan.
Iqbal juga menyebutkan konflik terjadi lantaran adanya maksud dan tujuan untuk mengejar kepentingan pada Pileg dan Pilpres 2019 mendatang. Dan juga belum terbentuknya koalisi permanen oleh Partai Politik pengusung baik di tingkat Pusat sampai dengan ke tingkat daerah.
"Pilkada adalah polarisasi yang dilegitimasi, memang terjadi polarisasi tapi dilegitimasi uu. Tapi ini harus diatur diorganize tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh KPU tapi harus ada bawaslu polri dan lain-lain. Tidak bisa melaksanakan perhelatan akbar kalau sendirian," kata Iqbal.
"Alhamdulillah bisa berjalan lancar meski ada riak riak masih banyak yang harus kita benahi. Bagaimana kedepan untuk memperbaiki. Karena pilkada ini wajah dari pilpres. Inshaallah pilkada serentak 2018 akan diakhiri secara kondusif dan nanti pileg pilpres juga akan kondusif," Iqbal menambahkan.