Suara.com - KPK mengungkap modus baru, yang melibatkan kode misterius dan cara penitipan uang suap, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap.
Pangonal sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (18/7/2018), setelah terjaring dalam operasti tangkap tangan yang digelar KPK pada pekan ini.
"Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK kali ini telah mengungkap modus baru yang dilakukan oleh para pelaku yaitu modus menitipkan uang dan kode proyek. Beberapa cara baru dilakukan untuk mengelabui penegak hukum," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK Jakarta, Rabu.
KPK menemukan adanya pembuatan kode yang rumit untuk daftar proyek dan perusahaan mana yang mendapatkan jatah.
"Kode ini merupakan kombinasi angka dan huruf yang jika dilihat secara kasat mata tidak akan terbaca sebagai daftar jatah dan fee proyek di Labuhanbatu. Pihak penerima dan pemberi tidak berada di tempat saat uang berpindah," tambah Saut.
Uang ditarik pada jam kantor oleh pihak yang disuruh pemberi di sebuah bank namun uang di dalam plastik hitam tersebut dititipkan pada petugas bank. Selang beberapa lama, pihak yang diutus penerima mengambil uang tersebut.
"Kode tidak sampai menggunakan algoritma, manual saja tapi kalau sampai jatuh ke orang lain maka yang lain tidak akan mengerti," ungkap Saut.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, kode tersebut memuat unsur informasi apa saja proyeknya, nilai proyek, nilai fee, dan siapa yang mendapatkan jatah dari proyek tersebut.
"Nama proyek seperti biasa ada tulisannya, tapi siapa yang mendapatkan jatah proyek tersebut ditulis dengan kombinasi atau perubahan bentuk dari huruf ke angka. Seperti apa bentuknya saya kira tidak tepat disampaikan sekarang tapi ada informasi yang terindentifikasi oleh tim KPK dan dalam penyidikan terkonfirmasi bahwa kode itu ditujukan untuk jatah pada pihak-pihak tertentu," kata Febri.
Pembacaan kode dalam kasus Bupati Labuhanbatu tersebut, menurut Febri, sudah dilakukan tim KPK.
"Kode itu menunjukkan hanya si A saja yang mengerti, itu juga kita mengerti setelah meminta dia (tersangka) menjabarkan, tidak sampai sedetail itu. Kami ingatkan KPK tidak akan dapat dikelabuhi dengan modus-modus seperti ini sehingga diharapkan para penyelenggara negara dan swasta lebih baik menghentikan perilaku suap tersebut," tegas Saut.
KPK juga menyampaikan apresiasi terhadap masyarakat yang telah secara intens menyampaikan laporan yang valid tentang dugaan akan terjadinya tindak pidana korupsi.
"Sehingga setelah kami lakukan pengecekan di lapangan dan diteruskan ke proses penyelidikan sejak April 2018 hingga tangkap tangan dilakukan pada hari Selasa, 17 Juli 2018 kemarin," tambah Saut.
KPK menduga Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap menerima Rp 576 juta yang merupakan pemenuhan dari permintaan bupati sekitar Rp 3 miliar dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumut tahun anggaran 2018.
"Sebelumnya sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan cek sebesar Rp 1,5 miliar namun tidak berhasil dicairkan," tambah Saut.
Diduga uang sebesar Rp 500 juta diberikan Effendy melalui Umar Ritonga dan seseorang berinisial AT kepada Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap, yang bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu senilai Rp 23 miliar. (Antara)