“Perkembangan anak saya tidak seperti anak lainnya karena penyakit hati bawaan sejak lahir,” ujar Sri saat ditemui selepas acara Komunitas Pejuang Keluarga Penyintas Kanker (PKPG) Gunungkidul pada awal bulan ini.
Selain kelainan hati, Luqman juga menderita kebocoran jantung, beberapa hari setelah dia dilahirkan pada 18 Januari 2013.
Di tahun-tahun awal kehidupannya itu, Luqman harus menjalani kemoterapi dan bolak-balik rawat inap di rumah sakit. Hal tersebut tak mudah baginya.
Suatu kali dokter sampai angkat tangan ketika Luqman koma di ICU selama dua pekan dan tak menunjukkan perkembangan yang baik. Secara ajaib, Luqman mulai sadar dari koma dan kebocoran jantung sedikit demi sedikit berangsur menutup.
Baca Juga: Kapitra Masih Malu-malu Jadi Caleg PDIP, Hasto: Lagi Istikharah
Tetapi, Luqman harus ditangani terus agar kerusakan hati tak menyebar luas ke seluruh hatinya. Dokter mengatakan ada dua kemungkinan penyebabnya, yaitu penyumbatan saluran empedu dan infeksi virus.
Ternyata saat diperiksa empedunya tak mengalami masalah dan dokter mengatakan kolestasis Luqman akibat infeksi Cytomegalovirus.
Biaya Besar
Andai Luqman dilahirkan dari keluarga bergelimang harta, mungkin penyakit berat itu tidak akan terlalu menjadi masalah. Namun sayangnya kondisi perekonomian kedua orang tuanya tidaklah menentu.
Ayah Luqman, Tumiyo hanyalah buruh bangunan. Penghasilan per bulan sangat pas-pasan. Sementara Sri tidak bekerja. Dia lebih memilih merawat Luqman.
Baca Juga: Ada Sperma di Alat Vital Janda yang Tewas dalam Karung di Sungai
Padahal untuk menjaga kesehatannya, Luqman harus mengkonsumsi susu khusus. Harga per kaleng Rp280.000. Susu tersebut akan habis dalam tiga hari. Jika dihitung per bulan, pengeluaran keluarga Tumiyo untuk membeli susu mencapai Rp2,8 juta. Itu adalah biaya hidup yang tergolong tinggi untuk keluarga kelas menengah sekali pun.