Suara.com - Sri Daryani menjadi pembenaran petitih kuno yang tampak usang di zaman digital, yakni kasih ibu sepanjang masa.
Betapa tidak, perempuan berusia 36 tahun di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu rela memberikan sebagian hatinya kepada sang anak agar bisa bergerak dan tumbuh normal.
Jalu Rahman Dewantara, jurnalis Harian Jogja—jaringan Suara.com, berkesempatan mewawancarai kisah Daryani.
Sepanjang 2016 hingga 2017 menjadi masa kelam bagi pasangan suami istri asal Dusun Ngalihan, Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari, Sri Daryani (36), dan Tumiyo, 44.
Baca Juga: Kapitra Masih Malu-malu Jadi Caleg PDIP, Hasto: Lagi Istikharah
Anak ketiganya, Luqman Nurhidayat yang kala itu masih berumur empat tahun divonis mengidap penyakit kelainan hati.
Masa depan buah hatinya terancam sirna. Sri kemudian mendonorkan sebagian hatinya dan kini Luqman bisa kembali ceria, siap menggapai cita-cita.
Penyakit kelainan hati dalam bahasa kedokteran bernama sirosis hepatis atau liver kronis. Penyakit tersebut mengakibatkan sklera atau selaput putih mata berwarna kuning. Perut juga membuncit. Jika penyakit makin parah, tubuh akan kaku dan sulit digerakan.
Itulah yang dialami Luqman. Dia hanya terbaring lemas di kamarnya. Bahkan untuk duduk, bocah mungil itu hanya mampu tahan beberapa menit. Sisanya harus tiduran dalam posisi miring.
Bila terkena sinar Matahari, muka Luqman akan berwarna kuning kehitaman. Rasa gatal juga sering menyergap bagian perut, telinga hingga kepala. Efek samping karena banyak mengonsumsi obat tak bisa dihindari. Akibat antibiotik, gigi Luqman tak dapat tumbuh.
Baca Juga: Ada Sperma di Alat Vital Janda yang Tewas dalam Karung di Sungai
Luqman enggan memakan nasi dan buah, serta tidak boleh terlalu banyak minum air putih. Sri biasanya memblender nasi dan sayuran hingga jadi bubur lembut. Dia mesti minum susu formula khusus agar hatinya dapat bekerja dengan baik.