2 Tukang Ojek Pangkalan Ajukan Gugatan ke MK

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 17 Juli 2018 | 10:42 WIB
2 Tukang Ojek Pangkalan Ajukan Gugatan ke MK
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua tukang ojek pangkalan bernama Muhammad Rahmani dan Marganti mengajukan permohonan pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ke Mahkamah Konstitusi, Senin (16/7/2018).

Pengujuan yang sama juga diajukan terhadap UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam permohonan yang didaftarakan ke MK, kedua pengojek itu menguji Pasal 157 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Pasal 40 ayat (1), ayat (2a), ayat (2b) UU ITE.

"Selaku WNI yang berprofesi sebagai pengojek pangkalan berhak untuk memperjuangkan hak konstitusional kami masing-masing ataupun saudara-saudara kami yang seprofesi di seluruh Indonesia," kata Rahmani dalam permohonannya.

Baca Juga: Ini Bocoran Harga Oppo Find X di Indonesia

Pasal 157 UU Lalu Lintas berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan".

Pemohon menilai aturan ini telah menghilangkan atau mengabaikan landasan konstitusional dalam pendelegasian kewenangan untuk mengatur.

"Pasal 157 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara eksplisit menteri memiliki kewenangan mengatur, sedangkan dalam konstitusi Negara Kesatuan RI, Menteri berwenang bukan mengatur," katanya.

Untuk Pasal 40 ayat (1), ayat (2a), ayat (2b) UU ITE, pemohon menilai aturan ini telah memberikan "dispending openion" (pendapat berbeda) terhadap penerapan/penggunaan UU secara "hierarki" UU 22/2009 kedudukannya setara dengan UU 19/2016.

Pasal 40 ayat (1) berbunyi: "Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Baca Juga: Pasang Artis Nyaleg, PSI: Belum Tentu Menang Meski Sudah Top

Ayat (2a) berbunyi: "Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Ayat (2b) berbunyi: "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Ayat (1) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.

Ayat (2) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

Ayat (3) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.

Untuk itu, pemohon meminta majelis hakim kontitusi menyatakan Pasal 157 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Pasal 40 ayat (1), ayat (2a), ayat (2b) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

"Apabila mahkamah berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya," harap pemohon. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI