Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum Surabaya, membantah pernyataan Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS) yang menyebutkan tak adanya tindakan intimidasi dan pelecehan yang dilakukan pihak kepolisian saat peristiwa pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.
Direktur LBH Surabaya Abd Wachid Habibullah mengatakan, kejadian intimidasi dan pelecehan di Asrama Mahasiswa Papua pada 6 Juli 2018 lalu memang benar terjadi.
Ia mengatakan, pihaknya bersama mahasiswa Papua mempunyai bukti, dan banyak pula saksi yang melihat langsung kejadian itu.
"Kejadian itu benar terjadi, bahkan pengacara publik kami Soleh juga sempat mengalami tindak kekerasaan oleh oknum kepolisian," kata dia, saat ditemui di Kantor LBH Surabaya, Senin, (16/7/2018) sore.
Baca Juga: Barito Gagal Puncaki Klasemen Liga 1, Jacksen Tiago Tak Kecewa
Tak hanya itu, Wachid mengatakan, IKBPS dalam keterangan persnya juga mengaku akan memperkarakan mahasiswi bernama Anindya Shabria.
Padahal, saat kejadian, mahasiswi anggota Front Mahasiswa Nasional (FMN) itu malah mengalami tindak pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian.
Wachid mempertanyakan status IKBPS dan ketuanya, Piter Rumasep, saat mengaku memberikan keterangan mewakili mahasiswa Papua.
Sebab, Piter diketahui adalah seorang petugas Satpol PP, itu dilihat berdasarkan seragam yang ia kenakan, saat melakukan pertemuan di kantor Kecamatan Tambaksari beberapa waktu lalu.
"IKBPS dan Saudara Piter ini statusnya bagaimana? Apakah dia korban atau mewakili pemerintah? Karena dia mengenakan seragam Satpol PP," kata dia.
Baca Juga: Tinggalkan Chelsea, Ini Ucapan Perpisahan Antonio Conte
Lebih lanjut, Wachid mengatakan pihaknya akan menempuh upaya pendampingan hukum terhadap para mahasiswa Papua, juga kepada Anindya Shabria, terhadap laporan IKBPS.