Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menyelesaikan penggeledahan di rumah Direktur Utama Sofyan Basir, Jalan Taman Bendungan Jatiluhur II nomor 3, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu (15/7/2018) malam.
Penggeledahan yang dilakukan sejak Minggu pagi tersebut, merupakan pengembangan kasus dugaan suap yang menyeret nama Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih terkait perkara korupsi proyek PLTU Riau-1.
Menurut pengamatan Suara.com, seusai azan Isya, sejumlah penyidik KPK yang mengenakan rompi bertuliskan KPK keluar dari kediaman rumah Sofyan.
Saat keluar, para penyidik tersebut membawa sejumlah koper dan kardus. Para penyidik tak memberikan pernyataan apa pun ketika keluar.
Baca Juga: Satu Gedung di Kota Tua Roboh, Sandiaga: Bukan Cagar Budaya
"Permisi dulu ya, mau lewat," ujar salah satu pria yang mengenakan masker.
Setelah keluar dari rumah, tim penyidik KPK tersebut meninggalkan rumah Sofyan yang dikawal beberapa aparat kepolisian.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan adanya penggeledahan di rumah Sofyan terkait kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau. Penggeledahan dilakukan sejak pagi.
"Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1," ujar Febri.
Penggeladahan dilakukan untuk menelusuri bukti terkait perkara. "Kami harap pihak-pihak terkait kooperatif dan tidak melakukan upaya-upaya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas penyidikan ini," tandasnya.
Baca Juga: Rumah Dirut PLN Sofyan Basir Digeledah KPK dari Pagi sampai Malam
Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulana Saragih sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada anggota DPR RI terkait Proyek Pembangkit Listrik, Sabtu (14/7/2018).
KPK juga menetapkan pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka terkait dirinya sebagai pemberi dana.
Hingga kekinian, KPK telah mengamankan 13 orang termasuk Eni Maulana Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo yang keduanya resmi di tetapkan sebagai tersangka.
EMS sebagai pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan JBK sebagai pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.