Hal itu yang memantapkan Ade untuk bergabung di LBH Pers pertengahan 2015 lalu. Sejak menjadi mahasiswa, dirinya sudah aktif dalam membantu advokasi hukum masyarakat dengan bergabung ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Usai menjadi volunteer di KontraS, dirinya masuk ke LBH Jakarta dan sempat menghabiskan setahun di Thailand untuk program pertukaran pengacara Asia Tenggara untuk membantu buruh migran. Setelah dari Thailand tersebut barulah dirinya bergabung dengan LBH Pers.
"Satu tahun saya di Bangkok. Setela selesai dari Bangkok kemudian saya langsung terlibat di LBH pers jadi ada beberapa teman yang ngajak ke LBH pers," katanya.
Alasan ia mau bergabung dengan LBH Pers karena ia melihat kebebasan pers sebagai sesuatu yang seksi.
Baca Juga: Pengembangan Padi Hibrida Dinilai Bisa Memacu Produktivitas
"Isu kebebasan pers dan isu kebebasan berekspresi menurut pandangan saya itu isu yang sangat seksi dan kedepannya kalau untuk potensi pribadi itu sangat bagus," jelasnya.
Adapun pertimbangan lainnya yang membuat ia bertahan menjadi pengacara di LBH Pers karena ia melihat masih sedikit jumlah pengacara yang lebih fokus membela kebebasan pers.
"Mungkin bisa dibilang LBH Pers satu-satunya lembaga bantuan hukum yang mengadvokasi kasus-kasus pers, baik itu kasus karya berita ataupun kasus kekerasan. Melihat teman-teman juga membutuhkan orang di LBH pers," paparnya.
Sejak 2015 ia bergabung di LBH Pers, sudah ada 20 kasus yang ia tangani. Beruntungnya, ia belum pernah mendapatkan ancaman selama menangani kasus yang kebanyakan terkait dengan ketenagakerjaan.
"Ancaman sih belum karena saya mengakui bahwa diri saya nggak terlalu keras, teman-teman lain seperti ancaman sms tapi kalau saya sih belum ada," ungkapnya.
Baca Juga: Dipetisi Agar Tak Ikut Pilpres, Anies: Duh Lupa Balikin Sepatu