Suara.com - Pemerintah mengawal ketat wilayah rawan kebaran hutan dan lahan (karhutla) hingga berhasil menurunkan jumlah titik api (hot spot) hingga 96,5 persen di seluruh Indonesia dalam periode 2015-2017.
Berdasarkan data hasil pantauan satelit milik NOAA, jumlah titik api di 2015 mencapai 21.929, sedangkan di 2016 menurun menjadi 3.915. Pada 2017, menurun menjadi 2.257, kata Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Raffles B Panjaitan di Jakarta, seperti dikutip Antara Kamis (12/7/2018).
KLHK mencatat luas area hutan dan lahan yang terbakar di 2015 mencapai 2.611.411 hektare (ha). Angka ini menurun menjadi 438.360 ha di 2016, lalu turun lagi menjadi 165.464 ha di 2017.
Sejak 2016, perusahaan tidak berani lagi melakukan pembukaan lahan dengan membakar, ini berpengaruh. Kalau pun ada yang terbakar itu hanya spot-spot kecil saja karena kelalaian, tambahnya.
Baca Juga: Aneh, Sopir Truk Cium Pipi Istri 2 Kali Sebelum Tertembak Mati
Salah satu hal yang masih menjadi tantangan untuk mengendalikan karhutla di 2018 yakni pembukaan lahan dengan cara membakar dalam luasan kecil oleh masyarakat yang kemudian merambat ke bagian lain.
Butuh pendampingan dan waktu intensif untuk proses penyadartahuan masyarakat guna mengatasi persoalan ini.
Pengendalian karhutla ini terus dilakukan, terlebih menjelang pelaksanaan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Raffles mengatakan pelaksanaan patroli terpadu pencegahan karhutla dilakukan di 352 pokso desa yang mampu menjangkau 1.121 desa rawan karhutla.
Sejumlah inovasi diupayakan untuk mengatasi karhutla yang bisa menimbulkan kabut asap, yakni pengembangan metode monitoring melalui cctv thermal di wilayah rawan terbakar.
Baca Juga: Aksi Nakal 5 Remaja Bali, Pukul dan Rampok Pengemudi Ojol
Dan pemanfaatan teknologi informatika dan telekomunikasi (TIK) berupa Sistem Informasi Karhutla Melalui SMS (SMS Blast) juga baru diluncurkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.