Ombudsman DIY Curiga Banyak Siswa Baru Berbekal Surat Miskin

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 10 Juli 2018 | 09:05 WIB
Ombudsman DIY Curiga Banyak Siswa Baru Berbekal Surat Miskin
Ilustrasi siswa baru di sekolah. [suara.com/Maidian Reviani]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebagai salah satu syarat untuk mendaftar di sekolah negeri menjadi persoalan serius di kota pendidikan Yogyakarta.

Sekertaris bersama yang di dalamnya terdapat lembaga Ombudsman Republik Indonesia dan Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota, Sleman dan Bantul menemukan ada kejanggalan pada sistem SKTM yang ada di beberapa sekolah.

Menurut anggota Forpi Kota Yogyakarta, Baharudin Samba, lebih dari 70 persen warga Daerah Istimewa Yogyakarta mendaftar menggunakan jalur SKTM, padahal kuota yang disediakan hanya 20 persen.

Ia menilai, tindakan ini perlu dievaluasi ulang. Sebab tidak mungkin warga DIY menjadi miskin semua sejak mendaftar di sekolah.

Baca Juga: Petualangan Jahat 2 Bandit Jalanan Terhenti di Aksi ke-11

"Ini aneh kan jadi melebihi kuota kan," kata Bahar dalam keterangan persnya di kantor Ombudsman Perwakilan DIY, Senin (9/7/2018).

Sementara menurut Kepala Ombudsman Perwakilan Yogyakarta, Budhi Masturi, ada keanehan dalam penggunaan jalur SKTM. Salah satunya adalah ada orang mampu yang justru mengaku miskin dengan menggunakan SKTM agar bisa masuk sekolah dengan biaya murah.

"Mulai ditemukan data, di mana ternyata sebenarnya orangnya mampu tapi pakai SKTM," kata Budhi.

Ia mengungkapkan, di daerah Bantul pernah ditemukan ada seorang anak yang keluarganya bekerja pada bagian kontraktor dan beberapa kali menjadi vendor pemerintah, namun menggunakan jalur SKTM yang seharusnya anak itu tidak layak menggunakan jalur tersebut.

Ya ia makin heran, meski berasal dari keluarga berada, si anak tersebut bisa masuk sekolah menggunakan jalur SKTM.

Baca Juga: Duh, Krisdayanti Lupa Usia Aurel Hermansyah

Ia pun menilai, penggunaan jalur SKTM menjadi rawan diterapkan ketika tidak ada seleksi yang ketat dari lembaga terkait. Ini karena jalur tersebut bisa disalahgunakan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kedekatan khusus dengan institusi sekolah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI