Pengacara Nursalim Klaim Audit BPK soal Kasus BLBI Tak Konsisten

Kamis, 05 Juli 2018 | 11:08 WIB
Pengacara Nursalim Klaim Audit BPK soal Kasus BLBI Tak Konsisten
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) pada Senin (2/7/2018). (Suara.com/Nikolaus Tolen)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengacara tersangka korupsi kasus BLBI Sjamsul Nursalim (SN), Maqdir Ismail mengaku kecewa karena dakwaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) yang dikenakan kepada Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT).

Dia menilai SAT disesatkan ke masalah penyelesaian kewajiban Bantuan Likuiditas Bank Indonesia oleh Sjamsul Nursalim (SN), yang dinilai sudah tuntas 20 tahun lalu melalui penandatanganan Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) antara Pemerintah (BPPN) dan SN.

Maqdir menegaskan bahwa bersamaan dengan Closing MSAA pada tanggal 25 Mei 1999, BPPN dan Menteri Keuangan menerbitkan Surat Release and Discharge (R&D) untuk SN, yang dengan jelas menyatakan: 'dengan telah diselesaikannya seluruh kewajiban oleh SN yang tercantum dalam

MSAA Pemerintah membebaskan dan melepaskan SN, Bank BDNI, Direktur-Direktur dan Komisaris-Komisarisnya dari setiap kewajiban lebih lanjut untuk pembayaran BLBI; Pemerintah mengakui dan setuju tidak akan memulai atau melakukan tuntutan hukum apapun atau menjalankan hak hukum apapun yang dimiliki, bilamana ada, terhadap SN, Bank BDNI, para komisaris dan direkturnya, serta pejabat lainnya atas segala hal berkaitan dengan BLBI.

Baca Juga: Kasus BLBI, Saksi: Petambak Tidak Pernah Terima Uang BDNI

"Pada tanggal yang bersamaan, Pemerintah dalam Akta Notaris No.48, tanggal 25 Mei 1999 ditandatangani oleh Ketua BPPN dan SN, menegaskan bahwa SN telah memenuhi seluruh kewajiban dan Pemerintah telah memberikan Surat Pelepasan dan Pembebasan (R&D) kepada SN," kata Maqdir melalui keterangan tertulisnya, Rabu (4/7/2018) malam.

Hutang petambak yang telah diperhitungkan dan diselesaikan melalui perjanjian MSAA 20 tahun yang lalu, kata Maqdir tidak sepantasnya dipermasalahkan kembali akhir-akhir ini dalam sidang penyalahgunaan wewenang penerbitan SKL yang didakwakan pada Sjafruddin

"Hal ini tidak relevan karena MSAA ditandatangani dan di-Closing pada waktu Glenn Yusuf menjabat sebagai ketua BPPN dan dalam Pasal 12.4 MSAA jelas tertulis jikalau dikemudian hari ada perselisihan atau klaim harus dibicarakan oleh para pihak, dan apabila tidak terjadi kesepakatan maka perselisihan harus diselesaikan melalui pengadilan perdata. Sebelum adanya keputusan pengadilan berarti tidak ada misrepresentasi," katanya.

Dia mengungkapkan, setelah 20 tahun MSAA ditandatangani dan tidak pernah ada keputusan pengadilan yang menyatakan terdapat misrepresentasi dalam perjanjian MSAA, tidak seharusnya berulang-ulang mengungkit dan mengatakan adanya misrepresentasi. Terkecuali bertujuan membentuk opini masyarakat untuk menyudutkan pihak tertentu.

Dari segi kepastian hukum, Maqdir menegaskan, baik laporan audit investigasi BPK tahun 2002 maupun laporan audit BPK tahun 2006 tersebut di atas telah dengan konsisten menyatakan MSAA telah Closing, Pembebasan dan Pelepasan (R&D) telah diterbitkan sehingga SKL layak diberikan.

Baca Juga: Kasus BLBI, Syafruddin Bantah Pemotongan Utang Petambak

Namun, dia menilai perkara ini menjadi janggal dan terkesan dipaksakan lantaran pada tahun 2017 atas permintaan KPK, BPK mengeluarkan laporan Audit Investigasi. Dalam halaman 13 Bab II angka 6 laporan tersebut, berjudul Batasan Pemeriksaan dinyatakan: 'Pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara ini berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh melalui penyidik KPK sampai dengan tanggal 25 Agustus 2017'.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI