Suara.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertemu Presiden Indonesia Joko Widodo guna membahas RKUHP di Istana Bogor, Rabu (4/7/2018). KPK berpendapat bahwa delik korupsi tidak masuk dalam RKUHP karena memiliki potensi melemahnya upaya pemberantasan korupsi.
"KPK meminta untuk mengeluarkan delik Tipikor dari KUHP," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, berdasarkan keterangannya, Rabu (4/7/2018).
KPK meminta untuk mengeluarkan delik Tipikor dari KUHP karena hal-hal berikut:
1. Tidak ada keuntungan/insentif yang didapatkan dalam pemberantasan korupsi jika delik-delik tipikor masuk dalam RKUHP.
Baca Juga: Jelang IMF, Bandara Ngurah Rai Bangun Tempat Parkir Baru
2. Masuknya delik-delik tipikor dalam RKUHP akan menimbulkan multiinterpretasi sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
3. Masuknya delik-delik tipikor dalam RKUHP akan menghilangkan kekhususan/keseriusan dalam pemberantasan korupsi dan akan mengirim pesan yang tidak baik bagi upaya pemberantasan korupsi.
4. Pengaturan kekhususan tindak pidana korupsi sebagai serious/extra ordinary crime di Indonesia telah diakui dunia internasional dan dianggap sebagai best practices, sehingga memasukan delik-delik tipikor dalam RKUHP dianggap sebagai langkah mundur.
5. Presiden mendengarkan concern KPK dan masyarakat serta memerintahkan team pemerintah untuk memikirkan dan mengkajinya lebih dalam lagi dan tidak perlu terburu-buru pengesahannya agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Baca Juga: Masuk Bui KPK, Irwandi Yusuf Bantah Terima dan Minta Hadiah