95 Warga Papua Jadi Korban Pembunuhan, Ini Penjelasan Mabes Polri

Senin, 02 Juli 2018 | 18:47 WIB
95 Warga Papua Jadi Korban Pembunuhan, Ini Penjelasan Mabes Polri
Publikasi laporan Amnesty International yang berjudul "Sudah, Kasi Tinggal Dia Mati: Pembunuhan Impunitas Di Papua" di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (2/7/2018). [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mabes Polri menanggapi laporan Amnesty Internasional, yang menyebut aparat keamanan melakukan pembunuhan warga sipil Papua dalam kurun waktu 2010 hingga 2018.

Amnesty mengatakan, ada 95 warga Papua menjadi korban pembunuhan di luar hukum oleh aparat di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menegaskan, Polri memiliki standar prosedur operasional yang berlandaskan hukum.

"Yang pertama saya minta rekan melihat ini kasus per kasus. Kembali polisi punya tugas berdasarkan hukum punya SOP yang jelas. Kembali lagi saya menjelaskan bahwa polisi melakukan tugas melindungi harta dan jiwa masyarakat, harta dan jiwa manusia," kata Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (2/7/2018).

Baca Juga: Polri Belum Sebut Penembakan di Papua Sebagai Aksi Terorisme

Setyo menuturkan, bila terjadi ancaman terhadap masyarakat, bukan hanya terkait dengan polisi. Namun, ada pula terjadi bila tak ada polisi ancaman tersebut terjadi kepada masyarakat.

"Kalau polisi tidak bertindak malah polisi yang salah," ujar Setyo

Selain itu, Setyo menilai anggota Polri yang berada di Papua sebagian besar merupakan warga tanah Papua.

Hal yang disampaikan Amnesty Internasional mengenai 85 warga asli Papua yang paling banyak di bunuh oleh aparat, sama sekali tidak masuk akal.

"Sebagian besar anggota Polri di Papua mulai Brimob, Kapolres, kasat, sabhara, saya tidak yakin kalau mereka membunuh saudara-saudaranya," ujar Setyo

Baca Juga: Amnesty Internasional Ungkap Hasil Investigasi Korban Sipil Papua

Setyo menegaskan, anggota Polri tidak dididik untuk membunuh. Polri dididik untuk melindungi masyarakat. Meski begitu, dalam undang-undang Polri bisa mengambil tindakan terukur.

"Kalau kita menghadapi ancaman yang sejajar, pasti kita harus melakukan tindakan. Tegas dan terukur itu juga dilindungi undang-undang," kata Setyo

Selanjutnya, Setyo meminta Amnesty Internasional bersikap objektif untuk turut pula menghitung korban jiwa yang jatuh pada anggota Polri maupun TNI.

Termasuk, bagaimana warga sipil yang harus menelan korban bila anggota Polri tidak berada dalam suatu kejadian tertentu dan mengambil tindakan tegas dan terukur.

Maka itu, Setyo membantah terkait apa yang didampaikan Amnesty Internasional bahwa Polri maupun TNI melakukan pelanggaran HAM.

"Apakah dia hanya melihat aktivis? Masyarakat yang lain bagaimana? Polisi yang disana bagaimana, apakah polisi bukan manusia? TNI bukan manusia? Yang fair dong," tutup Setyo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI