Suara.com - Mabes Polri menanggapi laporan Amnesty Internasional, yang menyebut aparat keamanan melakukan pembunuhan warga sipil Papua dalam kurun waktu 2010 hingga 2018.
Amnesty mengatakan, ada 95 warga Papua menjadi korban pembunuhan di luar hukum oleh aparat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menegaskan, Polri memiliki standar prosedur operasional yang berlandaskan hukum.
"Yang pertama saya minta rekan melihat ini kasus per kasus. Kembali polisi punya tugas berdasarkan hukum punya SOP yang jelas. Kembali lagi saya menjelaskan bahwa polisi melakukan tugas melindungi harta dan jiwa masyarakat, harta dan jiwa manusia," kata Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (2/7/2018).
Baca Juga: Polri Belum Sebut Penembakan di Papua Sebagai Aksi Terorisme
Setyo menuturkan, bila terjadi ancaman terhadap masyarakat, bukan hanya terkait dengan polisi. Namun, ada pula terjadi bila tak ada polisi ancaman tersebut terjadi kepada masyarakat.
"Kalau polisi tidak bertindak malah polisi yang salah," ujar Setyo
Selain itu, Setyo menilai anggota Polri yang berada di Papua sebagian besar merupakan warga tanah Papua.
Hal yang disampaikan Amnesty Internasional mengenai 85 warga asli Papua yang paling banyak di bunuh oleh aparat, sama sekali tidak masuk akal.
"Sebagian besar anggota Polri di Papua mulai Brimob, Kapolres, kasat, sabhara, saya tidak yakin kalau mereka membunuh saudara-saudaranya," ujar Setyo
Baca Juga: Amnesty Internasional Ungkap Hasil Investigasi Korban Sipil Papua
Setyo menegaskan, anggota Polri tidak dididik untuk membunuh. Polri dididik untuk melindungi masyarakat. Meski begitu, dalam undang-undang Polri bisa mengambil tindakan terukur.