Suara.com - Pembunuhan terhadap warga sipil oleh aparat keamanan di tanah Papua, masih berlanjut. Dalam kurun waktu 2010-2018, sedikitnya 95 warga Papua yang menjadi korban pembunuhan di luar hukum oleh aparat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Hal tersebut terekam dalam laporan Amnesty International yang berjudul "Sudah, Kasi Tinggal Dia Mati: Pembunuhan Impunitas Di Papua" di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (2/7/2018).
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, dari 95 korban, sebanyak 85 orang di antaranya adalah orang asli Papua.
"Hampir semua pelaku belum pernah diadili lewat sebuah mekanisme hukum independen," kata Usman.
Baca Juga: HNW Nilai Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg untuk Cegah Korupsi
Usman memaparkan, laporan investigasi Amnesty International, menggambarkan bagaimana polisi dan militer menembak mati aktivis kemerdekaan dan pengunjuk rasa yang melakukan aksi protes damai. Puluhan warga Papua lain yang tak terkait gerakan kemerdekaan juga turut menjadi korban.
"Bahkan, termasuk seorang pemuda yang mengalami gangguan jiwa ikut jadi korban," ujar Usman.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo telah berjanji mengutamakan perlindungan hak asasi manusia di Papua. Namun, pembunuhan di tanah Papua masih belum berhenti dan terus terjadi setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden pada tahun 2014.
Usman menuturkan, Papua merupakan salah satu lubang hitam pelanggaran HAM di Indonesia. Di wilayah ini, pasukan aparat keamanan membunuh perempuan, lelaki, dan anak-anak selama bertahun-tahun, tanpa kemungkinan untuk diminta pertanggungjawaban melalui mekanisme hukum independen.
"Penelitian kami menemukan hampir 100 orang telah dibunuh di luar hukum, dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun. Itu sekitar satu orang setiap bulan," ujar Usman.
Baca Juga: Alasan Kooperatif, Tersangka Pemukulan Anak Menpora Urung Ditahan
Usman memerinci, 95 korban penembakan itu, 69 di antaranya terjadi antara Januari 2010 sampai Februari 2018.