Terbitkan R & D, Saksi Bebaskan Nursalim dari Kewajiban BLBI

Kamis, 28 Juni 2018 | 20:55 WIB
Terbitkan R & D, Saksi Bebaskan Nursalim dari Kewajiban BLBI
Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) Bank Dagang Nasional Indonesia BDNI. (Suara.com/Nikolaus Tolen)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) Bank Dagang Nasional Indonesia BDNI kembali digelar. Pada sidang kali ini jaksa menghadirkan mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto, mantan Ketua BPPN Glen M Yusuf dan mantan Wakil Ketua BPPN Farid Harianto.

Bambang Subianto dan dua mantan petinggi BPPN dihadirkan untuk mengklarifikasi seputar terbitnya dokumen perjanjian MSAA dan Release and Discharge (R&D) yang membebaskan para obligor BLBI dari tuntutan hukum. Dalam keterangannya saksi Bambang soebianto dan Glen M. Yusuf menandatangani perjanjian MSAA pada tanggal 21 September 1998.

Dokumen R&D ditandatangani oleh Wakil Ketua BPPN Farid Harianto dan Menteri Keuangan Bambang Subianto, pada 25 Mei 1999.

Ketika ditanyakan apa sebenarnya maksud dari dokumen Release and Discharge, Farid Harianto menjelaskan bahwa terbitnya R&D karena semua syarat di final clossing telah dipenuhi BDNI. Kenapa surat R&D diteken oleh Farid Harianto, mantan Ketua BPPN Glen M Yusuf mengatakan dirinya sedang di luar negeri.

"Tetapi sebelum saya berangkat saya beri kuasa kepada wakil saya," kata Glen saat bersaksi di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/6/2018).

Jaksa yang menanyakan apakah ada tekanan dari Syamsul Nursalim untuk keluarnya surat Release and Discharge? Farid Harianto menjelaskan bahwa saat itu ada kesepakatan dengan IMF yang ada di di dalam LoI IMF yang menunjukkan kemajuan pengelolaan utang yang dikelola BPPN.

"Kalau yang dimaksud tekanan, situasi seperti itu (dibawah IMF)," Farid Harianto.

Bambang Subianto yang saat itu menjadi Menteri Keuangan menambahkan, IMF memang meminta progres kemajuan dari BPPN terkait penyelesaian kewajiban pemegang saham tetapi secara keseluhuran.

"Tidak bisa dilihat hanya satu (BDNI) saja, tetapi bagian dari proses pemulihan ekonomi secara keseluruhan," kata Bambang Subianto.

Lantas kenapa R&D tidak ditarik ketika kemudian ada kewajiban SN yang belum selesai? Farid mengatakan sudah menagihkan kepada pemegang saham pengendali atau Sjamsul Nursalim.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI