Suara.com - Sabtu lalu (23/06/2018) Alun-alun Trafalgar atauTrafalgar Square di jantung kota London, Inggris, yang disiapkan untuk perhelatan budaya dan seni seperti pekan-pekan sebelumnya, alih rupa menjadi lautan unjuk rasa untuk peringatan tahun kedua rencana Brexit dalam Referendum Uni Eropa (EU, 2016).
Puluhan ribu pengunjuk rasa yang pro terhadap sikap Remain EU atau tetap bersama EU melakukan parade berjalan kaki dari Pall Mall menuju Parliament untuk menuntut referendum mengenai ketentuan Brexit, dan mempertanyakan kejelasan langkah Britania Raya setelah pemungutan suara Remain atau Brexit dilakukan dua tahun lalu.
Dalam People's March ini, mereka meminta diadakannya kembali pemungutan suara (people's vote) atau yang kedua kali, apakah langkah keluar dari EU sehubungan dengan Brexit akan menjadi langkah terakhir.
Berdasarkan AP, Boris Johnson, Sekretaris Negara Bidang Luar Negeri dan Persemakmuran, terus mendesak perdana menteri untuk mengambil langkah Full British Brexit. Pasalnya, warga tidak mentoleransi Brexit yang berjalan perlahan, bertele-tele, dan tak berkeputusan jelas.
Baca Juga: Cek GBK untuk Asian Games, Menteri Basuki: Tolong Ini Rapihkan
Sementara itu, Liam Fox, Sekretaris Perdagangan Internasional memberikan tanggapan bahwa Inggris tak sekadar menggertak EU dalam pembicaraan dengan wakil-wakil EU di Brussels, Belgia, untuk keluar dari organisasi antarpemerintahan dan supranasional itu.
Sampai saat ini, pemerintah Britania Raya menyatakan sedang menyusun persiapan lebih memadai seputar Full British Brexit. Hal itu mesti melewati sebuah proses panjang, karena menyangkut perencanaan soal migrasi, standar kesehatan, juga layanan perawatan bagi setiap warga Inggris yang berada di seluruh penjuru Eropa.
Pemimpin Demokrat Liberal Sir Vince Cable, yang ikut turun di Parliament Square menyatakan, bahwa Brexit bukanlah sebuah kesepakatan yang tak terhindarkan, dan tidak bisa dihentikan. Masih ada kompromi dan solusi, bila memang mesti menarik kembali hasil Referendum.
Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Reformasi Eropa (CER), putusan Brexit telah memperlemah perekonomian Inggris sebesar 2,1 persen, dibandingkan bila memutuskan untuk tetap bergabung dengan EU.
Baca Juga: Viral! Video Haters Ayu Ting Ting Terciduk dan Minta Maaf