Suara.com - Suara Jupri terdengar begitu sedih. Suara parau yang keluar dari mulutnya menggambarkan kecemasan ketika Suara.com menelponnya. Jupri, merupakan Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba Jambi anggota Kelompok Hari di Desa Pasir Putih Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Jupri merupakan salah satu saksi saat insiden penembakan lima Orang Rimba anggot Kelompok Hari oleh anggota Polsek Pelepat pada Selasa (19/06/2018) sore.
Jupri bercerita, kala itu ia bersama Orang Rimba lainnya sama sekali tidak pernah membayangkan niat baik menayakan laporan mereka berujung insiden penembakan yang dialami oleh lima Orang Rimba di kelompoknya.
“Kejadian awalnya ada salah satu anggota kelompok (Orang Rimba) lain yang bernama Ilham mengejek salah satu anggota kelompok kami. Dan ini bahkan membawa seluruh anggota kelompok kami yang perempuan dengan menyebutkan kata-kata yang pantang," kata Jupri.
Sebelum kejadian ini, kata Jupri, Ilham juga pernah berbuat onar. Namun bisa berdamai dan berujung penandatanganan perjanjian.
“Kami sudah membuat perjanjian dengan pihak kepolisian. Siapa yang melanggar akan membayar denda dua kali lipat dari denda yang sudah kami bayar sebelumnya karena menyerang Ilham yang melakukan keonaran secara bersama-sama," Jupri menjelaskan.
Jupri mengaku mereka selama ini taat dengan aturan yang berlaku. Bahkan pihaknya menyerahkan segala persoalan dengan melibatkan kepolisaian setempat. Sejak 16 Juni mereka sudah melaporkan persoalan penghinaan yang dilakukan Ilham kepada aparat Polsek Pelepat. Namun tak kunjung juga mendapatkan respon.
"Kami ke sana (Polsek) untuk menuntut polisi menangkap Ilham, kami bawa kayu cuma untuk menggertak. Tidak membawa kecepek(senjata rakitan), kami tidak menyerang," dia menerangkan.
Bagi Jupri dan Orang Rimba lainnya, insiden di Polsek Pelepat beberapa hari lalu benar-benar menakutkan. Ia melihat oknum polisi menembaki Supri, anggota kelompok mereka yang baru berusia kira-kira 15 tahun. Hal itu memicu amarah Orang Rimba hingga mereka melempari polsek dengan kayu.
"Kayu yang kami bawa itu posisinya di seberang jalan, dan kami tinggalkan karena menyelamatkan diri," kata dia.
Akibat penembakan itu membuat lima warga Suku Anak Dalam menderita luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit. Mereka adalah Supri (15), Unom (20), Buyung (60), Bujang (35) dan Yatim (18).
Orang Rimba Kelompok Hari
Bagi yang sudah lama tinggal di Jambi, amat amat jarang terdengar terjadi konflik sesama kelompok Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. Kabar yang kerap terdengar justru konflik Orang Rimba dengan warga luar ataupun dengan perusahaan di sekitar lokasi mereka hidup.
Dari berbagai informasi, kelompok Hari merupakan kelompok Suku Anak Dalam yang sudah bermukim. Mereka kini berada di pemukiman SAD di Desa Pasir Putih Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo. Kelompok ini berjumlah lebih dari 50 kepala keluarga (KK), dan sehari-hari selain berburu mereka sudah melakukan budidaya ikan dan berkebun.
Pola kehidupan kelompok ini sudah mendekati warga pada umumnya. Salah satunya menetap pada satu tempat. Berbeda dengan Orang Rimba yang masih tinggal di hutan dan memilih hidup melangun atau berpindah tempat.
Mereka juga sudah mulai mengandalkan sumber-sumber penghidupan lain selain kegiatan berburu yang tidak bisa lagi diharapkan saat ini.
Salah satu tokoh di kelompok ini, Perencam Bepak Seri mengatakan, kegiatan berburu tidak bisa diandalkan lagi menjadi mata pencaharian utama mereka. Karena itu, mereka mulai belajar untuk berkebun karet dan beternak ikan demi menunjang kehidupan sehari-hari.
Saat ini ada sekitar 17 anak-anak dari kelompok SAD Desa Pasir Putih yang sudah mengecap pendidikan formal. Perencam berharap dengan adanya pendidikan, anak-anak mereka bisa menjadi orang yang sukses dan mendorong kemajuan untuk kelompok mereka.
Ia pun menyayangkan insiden penembakan yang menimpa lima orang warganya. Apalagi mereka selama ini sudah cukup beradaptasi dengan dunia luar.
Direktur Pundi Sumatera, M Sutono juga amat menyesalkan kejadian tersebut. Pundi Sumatera adalah salah satu organisasi yang selama ini aktif melakukan pendampingan terhadap Orang Rimba di Jambi.
Sutono mengatakan, kelompok Orang Rimba di Desa Pasir Putirh sudah melakukan adaptasi dan penerimaan dengan dunia luar.
“Kita mengenal rombong ini sebagai salah satu kelompok SAD (Orang Rimba) yang secara ekonomi sudah lebih baik, kesadaran pendidikan dan nilai-nilai bermasyarakatnya pun baik," kata Sutono.
Kesadaran kelompok Hari dan Badai melaporkan pada pihak kepolisian sepatutnya diapresiasi. Ini juga bukti kalau mereka bukanlah kelompok yang main hakim sendiri dan anarkis.
“Kita mengingkan adanya kesepakatan damai, dan juga tidak ada stigma negatif juga bagi Suku Anak Dalam. Semuanya diproses secara hukum, termasuk pelaku penembakan,” tambahnya.
Mediasi dan Kesepakatan
Sehari pasca-insiden penembakan itu, aparat kepolisian bersama pemerintah daerah langsung melakukan mediasi.
Dari mediasi yang dilakukan dihasilkan beberapa kesepakatan. Kedua belah pihak bersepakat dan membuat perjanjian, yaitu salah satunya denda sebesar Rp 40 juta dibayarkan Pemerintah Kabupaten Bungo dan Merangin.
Azrul, Kasi Komunitas Adat Terpencil Dinsos Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Merangin menyebutkan, beberapa poin kesepakatan lainnya adalah lima orang Suku Anak Dalam yang dirawat digratiskan biaya pengobatannya hingga sembuh. Seandainya ada yang cacat akan diberikan santunan oleh Pemkab Bungo.
Edison, salah warga Suku Anak Dalam yang ikut dalam mediasi mengungkapkan, proses mediasi berjalan baik.
"Seluruh personil yang bertugas di hari kejadian akan dipindahkan tugaskan dari Polsek pelepat, ini janji Kapolsek," kata Edison.
Kemudian keluarga yang mendampingi SAD rawat inap akan diberikan bantuan untuk biaya konsumsi. Sementara sosok Ilham yang diduga telah mengejek warga SAD di Desa Pasir Putih berada dalam pencarian dan pengawasan Polres Merangin.