Suara.com - Lelaki bersorban hitam itu sempat mengangkat tangan, ketika hakim belum lagi menyelesaikan pembacaan vonis terhadapnya. Sepersekian detik kemudian, ia bersujud. Aman Abdurrahman lega, dirinya akan ditembak mati.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Oman Rochman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma alias Aman Abdurrahman telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana…terorisme. Menjatuhkan pidana kepada Aman Abdurrahman dengan pidana…mati," kata Hakim Akhmad Jaini dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).
Satu regu polisi bersenjata laras panjang segera maju ke muka persidangan. Menghadap ke pengunjung sidang, mereka menutupi Aman yang tengah sujud bersyukur atas vonis hakim tersebut.
Seusai membacakan vonis, majelis hakim menanyakan kepada terdakwa atau tim kuasa hukumnya terkait dengan kemungkinan banding.
Baca Juga: Capai Caps ke-100, Kiper Timnas Prancis Ini Punya Ambisi Besar
"Bagaimana, banding atau menerima atau pikir-pikir? Tidak usah komentar," kata hakim.
Aman yang telah kembali ke kursi pesakitan bersuara. Sembari menunjuk penasihat hukum, Aman mengisyaratkan tak mau banding.
“Saya tidak akan banding,” tuturnya.
Tapi sang penasihat, Asludin Hatjani, berkata lain, ”Pikir-pikir, Yang Mulia.”
Sejak awal memasuki ruang persidangan, Aman tampak santai. Ia banyak tersenyum saat digiring petugas keamanan menuju kursinya.
Baca Juga: Ancaman Menteri ESDM, Jika SPBU Tak Jual Premium, Akan Ditutup!
Senyum dan sujud syukur Aman, menjadi simbol dirinya tetap pada pendiriannya seperti yang telah disampaikan pada sidang pembacaan pledoi: ia tak menerima, tapi juga tak menolak tuntutan yang akhirnya menjadi vonis tersebut.
"Janjinya sebelum vonis, kalau dia dihukum mati, akan langsung sujud syukur dan itu sudah dilakukan tadi," kata Asludin seusai persidangan.
Ia mengakui, Aman sempat menolak tim pengacara untuk pikir-pikir mengajukan banding atau tidak setelah majelis hakim memvonis hukuman mati.
"Tadi dia menolak saya menyatakan pikir-pikir. Makanya saya akan konsultasi, yang akan menentukan nanti itu Ustaz Oman (nama lain Aman) sendiri apakah banding atau tidak," ungkapnya.
Asludin mengungkapkan, sikap yang dipilih Aman tidak pernah berubah meski divonis mati. Aman menerima hukuman sebagai simbol perlawanan terhadap negara.
"Dia tidak menerima dan tidak menolak. Itu namanya berlepas diri, bahasanya mereka begitu ya. Dia tadi menyatakan berlepas diri, berarti dia tidak mengajukan banding," terang Asludin.
Sikap Aman seperti itu tak lagi mengagetkan banyak orang. Sebab, sejak dulu, Aman ternyata dikenal di kalangan kaum fundamentalis radikal yang memilih jalan teroristik sebagai sosok ”ideologis”.
Mayasari, jaksa penuntut umum, sempat mengungkapkan Aman di kalangan teroris Jamaah Ansharut Daulah—kelompok teroris di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS—mendapat julukan ”singa tauhid”.
Mayasari menyebutkan julukan Aman itu berdasarkan hasil penelitian Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin, mengenai jaringan teroris di Nusantara. Solahudin sendiri sempat dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi ahli.
”Aman Abdurrahman mulai diperhitungkan dalam jaringan teroris di Indonesia sejak 2002 atau 2003. Sikap terdakwa dinilai kukuh memegang manhaz serta akidah. Komitmennya juga dikenal tinggi terhadap ideologi. Bahkan, terdakwa dijuluki ’singa tauhid’ oleh kelompoknya,” ungkap Mayasari pada persidangan, Jumat (18/5/2018).
Sikap Aman yang tak mau mengajukan banding karena tak mengakui negara Indonesia, jauh-jauh hari telah diprediksi oleh mantan pemimpin kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) Nasir Abbas.
Dalam diskusi bertajuk ”Metamorfosis Sel ISIS; Dari Penjara Hingga Keluarga” di kantor Tempo, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (24/5/2018), Nasir memberikan penilaian sinis terhadap Aman.
Nasir mengungkapkan, dulu, Aman dikenal di kalangan mereka sebagai sosok ideologis yang suka mengafir-kafirkan orang.
Bahkan, terhadap kelompok teroris yang berideologi sama, pentolan JAD yang berbaiat kepada ISIS itu juga pernah menjatuhkan fatwa kafir atau sebagai lawan.
Salah satu yang dikafirkan oleh Aman adalah terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir. Itu karena lelaki renta tersebut mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasusnya.
Langkah PK itu dianggap Aman sebagai sikap Abu Bakar yang pro-Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mengajukan upaya PK, maka Aman menilai Abu Bakar mengikuti sistem pemerintah tagut.
Begitu juga terhadap narapidana terorisme (Napiter) yang mengajukan bebas bersyarat menjelang masa bebas hukuman penjara, Aman mencap mereka kafir.
“Napiter yang mengajukan bebas bersyarat itu juga dianggap kafir oleh Aman,” tuturnya.
Nasir menambahkan, Aman selalu menyampaikan ajaran-ajaran yang mengafirkan pemerintah dan siapa saja yang tak ikut dengan alirannya.
Aman, kata dia, paling gencar mendorong pengikutnya untuk berjuang, baik itu melakukan aksi teror bom maupun ke daerah konflik yang dianggap sebagai tempat untuk berjihat.
Namun, Aman sendiri sebagai pimpinan JAD tidak pernah terlibat langsung berperang apalagi ke daerah konflik.
“Dia tak pernah turun langsung berjuang, yak pernah ke tempat konflik, baik itu ke Poso, Marawi, Suriah dan belahan dunia mana pun. Tetapi dia selalu paling gencar mendorong orang untuk melakukan aksi jihad,” ungkapnya.
Meski tak pernah terlibat peperangan terbuka, tangan Aman terbilang ”berlumur darah”.
Hakim Jaini, dalam sidang vonis, menegaskan Aman terbukti sebagai penggerak sejumlah aksi teror di Indonesia. Hakim menilai Aman menjadi otak 5 aksi teror seperti dalam dakwaan JPU.
Aman melakukan 5 kejahatan terorisme sejak 2009. Kelima kasus itu di antaranya adalah serangan bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 13 November 2016.
Aman juga dipastikan terlibat aksi bom di kawasan Jalan MH Thamrin Jakarta pada Januari 2016. Selanjutnya, dia adalah adalah bom Terminal Kampung Melayu 24 Mei 2017, dua penembakan polisi di Medan 25 Juni 2017, dan penembakan polisi Bima 11 September 2017.
Aman merupakan tokoh penting dalam gerakan teroris di Indonesia. Dia adalah pimpinan ISIS Indonesia, meski sudah membantahnya. Ia orang pertama di Indonesia yang menyerap paham Tauhid wal Jihad, sebuah ideologi jihad yang muncul di Irak pada 2001.
Aman diketahui mampu menerjemahkan lebih dari 50 kitab karangan Abu Muhammad al-Maqdisi, salah satu pencetus paham itu.
Pada 2008, Aman terlibat dalam pembentukan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan oleh mantan pemimpin Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Ba’asyir.
Beberapa orang yang menjadi anggota perkumpulan itu adalah Santoso alias Abu Wardah dan juga Bahrumsyah yang nanti akan membentuk Mujahidin Indonesia Barat (MIB).
Empat tahun kemudian, kelompok tersebut masuk daftar Organisasi Teroris Asing oleh pemerintah Amerika Serikat.
"Mau vonis seumur hidup silakan, atau mau eksekusi mati silakan juga. Jangan ragu atau berat hati. Tidak ada sedikit pun gentar dan rasa takut dengan hukuman zalim kalian ini," ujar Aman, ketika membacakan pledoinya, Jumat (25/5/2018).
Aman menyatakan akan terus memperjuangkan prinsip yang ia pegang kuat sampai kehidupan selanjutnya.
"Aku hanya bersandar kepada sang penguasa dunia dan akhirat, dan nantikanlah oleh kalian balasan kezaliman ini di dunia dan di akhirat.”