Suara.com - Pasca kerusuhan dan pembuhan polisi oleh terpidana teroris, nama Aman Abdurrahman kembali mencuat. Dia dianggap sebagai orang berpengaruh di balik kerusuhan di Mako Brimob itu. Aman juga yang menghentikan kerusuhan tersebut dari balik jeruji.
Jumat (18/5/2018), Aman dituntut hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena diduga menjadi otak pengeboman di Jalan Thamrin pada Januari 2016 dan pengeboman di Terminal Kampung Melayu pada pertengahan 2017.
Aman merupakan tokoh penting dalam gerakan teroris di Indonesia. Dia adalah pimpinan ISIS Indonesia, meski sudah membantahnya. Dia orang pertama di Indonesia yang menyerap paham Tauhid wal Jihad, sebuah ideologi jihad yang muncul di Irak pada 2001.
Aman diketahui mampu menerjemahkan lebih dari 50 kitab karangan Abu Muhammad al-Maqdisi, salah satu pencetus paham itu.
Pada 2008, Aman terlibat dalam pembentukan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan oleh mantan pemimpin Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Ba’asyir. Beberapa orang yang menjadi anggota perkumpulan itu adalah Santoso alias Abu Wardah dan juga Bahrumsyah yang nanti akan membentuk Mujahidin Indonesia Barat (MIB). Empat tahun kemudian, kelompok tersebut masuk daftar Organisasi Teroris Asing oleh pemerintah Amerika Serikat.
Jaksa Penuntut Umum mendakwanya melakukan 5 kejahatan terorisme sejak 2009. Kelima kasus itu di antaranya serangan bom Gereja Oikumene di Samarinda 2016, Bom Thamrin 2016, Bom Terminal Kampung Melayu 2017, dua penembakan polisi di Medan dan penembakan polisi Bima pada 2017.
Aman didakwa dengan Pasal 14 juncto Pasal 6 subsider Pasal 15 UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, dengan ancaman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Lalu aman dituntut hukuman mati karena dinilai jaksa terbukti menjadi otak teror beberapa bom di Indoensia. Aman akan menjalani sidang vonis, Jumat (22/6/2018) pagi ini.