Polisi Ungkap Bahasa Tubuh Aman Abdurrahman Mengundang Aksi Teror

Kamis, 21 Juni 2018 | 19:54 WIB
Polisi Ungkap Bahasa Tubuh Aman Abdurrahman Mengundang Aksi Teror
Terdakwa kasus dugaan serangan teror bom Thamrin dengan terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (tengah) berbincang dengan penasehat hukum saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan dari Jaksa penuntut umum atas nota pembelaannya (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (30/5).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang putusan vonis terdakwa terorisme Aman Abdurahman akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018). Dalam sidang nanti, awak media tidak diperbolehkan meliput jalannya sidang secara siaran langsung.

Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Indra Jafar mengatakan dirinya telah mendapatkan surat pemberitahuan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ke Pengadilan. Salah satu poin dalam surat tersebut ialah agar seluruh lembaga penyiaran memperhatikan potensi penyebaran ideologi terorisme dan penokohan terorisme.

"Surat sudah ditembuskan ada pemberitahuan KPI karena saya mengerti maksdnya KPI yang paling awal adalah menyebar idelogi teroris jangan sampai mereka yang biasa bahasa tubuh bisa mereka artikan menaikan adrenalin," kata Indra di Polres Jakarta Selatan, Kamis (21/6/2018).

Oleh sebab itu, pihak media yang akan meliput di dalam ruang sidang Aman besok tidak diperkenankan untuk membawa alat perekam dalam bentuk apapun.

"Besok apapun alat itu bisa digunakan bisa live juga handphone juga mau pakai Facebook juga. Nanti humas pihak pengadilan akan memberikan pernyataan kepada awak media. Surat keluar 8 Juni. Tapi, boleh masuk ruang sidang, alat-alat nggak boleh," ujarnya.

Untuk diketahui, Aman dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum pada Jumat (18/5/2018). Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.

Dakwaan kesatu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Selain itu, Aman juga terkait Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Dia terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI