Suara.com - Pengangkatan Komjen M Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) dinilai melanggar undang-undang. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai ada tiga undang-undang yang dilanggar atas pengangkatan tersebut.
Petama, UU No. 2/2002 Tentang Kepolisian. Dalam pasal 28 ayat 1, Undang-Undang tersebut jelas memerintahkan Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Kemudian dalam ayat 3 Pasal 28, yang menyebutkan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Rambu ini sgt tegas. Rambu ini juga mnjd bagian dari spirit Reformasi yg telah ditegaskan oleh konstitusi pasca-amandemen," tulis Fadli Zon dalam akun Twitternya @fadlizon, Selasa (19/6/2018).
Baca Juga: Griezmann Resmi Perpanjang Kontrak di Atletico hingga 2023
Kedua, Undang-Undang No. 16/2016 tentang Pilkada. Menurut Undang-Undang Pilkada, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, maka diangkat pejabat gubernur yang berasal dari jabatan pemimpin tinggi madya.
"Nah, jabatan pemimpin tinggi madya ini ada batasannya, yaitu pejabat Aparatur Sipil Negara. Gubernur adlh jabatan sipil, jadi tak dibenarkan polisi aktif menduduki jabatan tsb," tulis Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Ketiga, adalah Undang-Undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 20 ayat (3) disebutkan, jika pengisian jabatan ASN tertentu memang bisa berasal dari prajurit TNI atau anggota Polri. Namun ketentuan ini batasnya, yaitu hanya bisa dilaksanakan pada Instansi Pusat.
"Sementara, gubernur ini kan pejabat pemerintah daerah," kata dia.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 11/2017 tentang Manajemen PNS yang merupakan turunan Undang-Undang ASN, pada Pasal 157 ayat (1) juga menegaskan, jika ada prajurit TNI dan anggota Polri yang kompetensinya dibutuhkan untuk pengisian jabatan pimpinan di luar instansi pusat, yang bersangkutan harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari dinas aktif.
Baca Juga: Mobil Dinas Kementerian Agama Masuk Jurang, 10 Orang Jadi Korban
Menurut Fadli, biang kerok permasalah tersebut adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 1/2018, yang dinilainya telah menyesatkan seluruh peraturan yang ada di atasnya. Di mana Permendagri tersebut telah memberikan tafsir yg salah melalui pencantuman frasa "setara jabatan tinggi madya". Sehingga seolah-olah aparat negara non-sipil memiliki hak yang sama dengan ASN.