Pengamat: Pelantikan Iriawan Jadi Pj Gubernur Jabar Cacat Politik

Selasa, 19 Juni 2018 | 10:41 WIB
Pengamat: Pelantikan Iriawan Jadi Pj Gubernur Jabar Cacat Politik
Syamsuddin Haris. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai pelantikan Komisaris Jenderal Polisi Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat (Pj Gubernur Jabar) cacat politik. Beberapa undang-undang ditabrak Kemterian Dalam Negeri, dalam hal ini keputusan Presiden Joko Widodo.

Haris mengatakan Kemendagri memaksakan kehendak menunjuk Iriawan. Di sisi lain penjunjukan itu sudah sejak lama diprotes. Sebab melanggar Undang-Undang Kepolisian Indonesia dan Undang-Undang Pilkada.

"Pemerintah terkesan memaksakan kehendak dengan mengangkat jenderal polisi aktif sebagai Pj Gubernur Jabar. Pengangkatan tersebut tak hanya cacat hukum karena melanggar UU Polri dan UU Pilkada, tapi juga cacat politik," kata Haris dalam akun Twitternya, Selasa (19/6/2018).

Haris merinci, pelantikan itu melanggar pasal 28 ayat 3 dalam UU Polri yang isinya anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mundur atau pensiun. selain itu juga melanggar pasal 201 ayat 10 dalam UU Pilkada dengan bunyinya Pj Gubernur yang diangkat berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menegaskan pengangkatan Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jawa Barat hal yang normal. Bahtiar menilai pelantikan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu tidak menyalahi aturan.

Iriawan berhak dilantik karena jabatannya kini ialah sebagai pejabat tinggi madya. Hal itu memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah pasal 201.

Sedangkan, aturan lain yang mendukung dilantiknya Iriawan sebagai Pejabat Gubernur Jabar ialah pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara .

"Itu diatur dalam UU aparatur sipil negara Nomor 5 Tahun 2014 pasal 19 penjelasannya. Jadi yang dimaksud dengan pejabat tinggi madya itu setingkat sekertaris jenderal, sekertaris utama, direktur jenderal dan yang setara," jelas Bahtiar saat dihubungi Suara.com, Senin (18/6/2018) kemarin.

Oleh karena itu, Bahtiar menegaskan bahwa pelantikan Iriawan tidak melanggar hukum dan normal karena ada beberapa jabatan di lembaga hukum pemerintahan yang boleh diisi dengan anggota TNI atau Polri yang masih aktif.

"Ini normal-normal saja. Karena memang ada beberapa jabatan di lembaga / kementerian yang bisa diisi oleh anggota TNI / Polri aktif tanpa harus mengundurkan diri atau berhenti sebagai TNI atau Polri. Misalkan di Polkam, di KPK RI, Bakamla, Lehamnas RI," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI