Suara.com - Ikatan Pilot Indonesia mengakui menerima 40 laporan komplain mengenai keberadaan balon udara yang mengganggu penerbangan pada masa liburan Idul Fitri 1439 Hijriah.
Ketua IPI Ari Sapari mengatakan, 40 laporan tersebut terhimpun sejak Kamis (14/6) sampai Minggu (17/6/2018) hari ini.
Ia menuturkan, tradisi menerbangkan balon gas untuk memeriahkan lebaran ini bermula sejak empat tahun lalu.
Karenanya, ia berharap warga segera menyadari bahwa menerbangkan balon gas secara liar bisa mengganggu keselamatan penerbangan.
Baca Juga: Jakarta Sepi saat Idul Fitri, Bule Ini Makan dan Tidur di Jalanan
“Tradisi ini terjadi sejak tiga atau empat tahun silam. Tentu sangat berbahaya dari sisi keselamatan penerbangan,” kata Ari di Posko terpadu Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu.
Ia mengungkapkan, dalam undang-undang peberbangan, pelepasan balon gas ke udara harus memiliki izin khusus.
“Kalau balon itu tidak terkoordinasi secara baik, menganggu penerbangan. Kebetulan, 40 laporan itu terbanyak dari wilayah udara Semarang, dan Yogyakarta,” tuturnya.
Ia mengatakan, balon udara itu dilepaskan warga hingga terbang setinggi 38 ribu kaki. Sementara setiap hari, ada 1.500 penerbangan yang melintasi wilayah udara di Indonesia di ketinggian tersebut.
“Di dunia, balon ini dibatasi ketinggiannya, hanya 3 ribu kaki. Jadi dengan ketinggian tidak terkontrol ini sangat membahayakan karena diameter balon ini 5 sampai 7 meter,” tutupnya.
Baca Juga: Pulang Halalbihalal, Tiga Tewas dalam Mobil yang Ditabrak KRL
Untuk diketahui, sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, disebutkan bagi orang yang menerbangkan balon udara secara sembarangan bisa dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. [Anggy Muda]