Suara.com - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengecam keras keputusan Gubernur Anies yang mengeluarkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Nelayan Teluk Jakarta merasa mendapatkan kado pahit Lebaran tahun ini.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menjelaskan Anies hanya melakukan penyegelan bangunan di Pulau D hasil reklamasi. Koalisi menilai bahwa Pergub 58 Tahun 2018 tersebut cacat hukum. Karena merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
"Dalam Pasal 71 Perpres 54 Tahun 2008 tersebut secara jelas disebutkan bahwa Keppres 52 Tahun 1995 yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan tidak berlaku lagi," kata Nelson dalam keterangan persnya, Rabu (13/6/2018).
Selain itu juga proyek reklamasi Teluk Jakarta masih menyisakan berbagai permasalahan seperti tidak adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) kawasan maupun regional, tidak adanya rencana zonasi (RZWP-3-K) dan rencana kawasan strategis, ketidakjelasan tentang lokasi pengambilan material pasir, hingga pembangunan rumah dan ruko di atas pulau reklamasi tanpa didahului IMB, bahkan tanpa sertifikat tanah.
Sebelumnya, Anies-Sandiaga menyatakan secara terbuka akan menghentikan reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga Jakarta. Hal itu dikatakan Anies ketika kampanye pemilihan kepala daerah Jakarta 2017 lalu.
"Janji penghentian reklamasi tersebut merupakan poin nomor 6 dari 23 janji politik Anies-Sandiaga. Suatu utang yang harus dibayar kepada pemilihnya yang percaya bahwa janji tersebut akan terwujud. Namun, janji sepertinya tinggal janji saja," tutup dia.