Suara.com - Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menjadi buah bibir setelah dia menjadi pembicara di sebuah forum Yahudi Amerika di Israel atau America Jewish Commitee (AJC) Global Forum. Gus Yahya juga sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang baru dilantik Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Gus Yahya diundang ICFR (Israel Council on Foreign relations). Yang menjadi kontroversi, kehadiran Yahya di tanah Israel bedekatan dengan peristiwa berdarah demo warga Palestina di Jalur Gaza yang menewaskan 120 demonstran. Ribuan lainnya terlupa karena tembakan tentara Israel.
Kontroversi kehadiran Yahya buru-buru diklarifikasi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas. Dia menegaskan bahwa tidak ada kerja sama antara NU dengan Israel.
"Sekali lagi kami tegaskan tidak ada jalinan kerja sama program maupun kelembagaan antara NU dengan Israel," kata Robikin dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Robikin, kehadiran KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya ke Israel adalah selaku pribadi, bukan dalam kapasitas sebagai Katib Aam PBNU, apalagi mewakili PBNU. Robikin mengatakan setiap insan yang mencintai perdamaian mendambakan penyesesaian menyeluruh dan tuntas atas konflik Israel-Palestina.
Namun demikian, lanjut dia, konflik Israel-Palestina tidak disebabkan oleh faktor tunggal sehingga diperlukan semacam gagasan "out of the book" atau tidak biasa yang memberi harapan perdamaian bagi seluruh pihak secara adil.
Sementara itu, seperti dilansir NU Online (media Nahdlatul Ulama), Yahya menegaskan menjadi pembicara di Israel merupakan upaya memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
“Saya berdiri di sini untuk Palestina, saya berdiri di sini atas dasar bahwa kita semua harus menghormati kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka,” tegas Gus Yahya kepada NU Online.
Menurut Yahya, ada peran aktif Indonesia dan Nahdlatul Ulama (NU) bagi keberlangsungan kehidupan sebuah bangsa di level global.
Dalam Forum Global AJC, Yahya dimoderatori Rabi David Rosen, salah seorang Direktur di Forum Global AJC. Rosen melontarkan pertanyaan terkait hubungan Islam dan Yahudi kepada Gus Yahya. Rosen merujuk kepada eskalasi konflik antara Palestina dan Israel yang berdampak pada sentimen Islam dan Yahudi di beberapa negara termasuk di Indonesia.
Gus Yahya tidak menampik bahwa hubungan Islam dan Yahudi bergerak fluktuatif. Selain sentimen yang ditimbulkan oleh konflik Palestina-Israel, hal itu juga terkait sejarah panjang antara dua negara tersebut. Rosen mengungkapkan bahwa konflik tersebut terkait dengan kekurangpahaman akar konflik sesungguhnya. Sehingga masing-masing agama harus memahami ajarannya dengan baik dan benar.
“Pertama, harus menemukan solusi baru terkait fungsi agama dalam kehidupan nyata. Kedua, harus ada interpretasi lebih antar-agama untuk membimbing umat agar tercipta harmonisasi antarumat beragama,” tutur Gus Yahya di hadapan sekitar 2.400 orang yang hadir di Forum Global AJC.
Di akhir statemennya yang mendapat aplaus meriah dari hadirin yang memadati ruang dialog, Gus Yahya juga menyampaikan tentang prinsip Rahmah dalam ajaran Islam yang diartikan sebagai kasih sayang dan peduli terhadap sesama. Dua sifat ini juga menjadi prinsip bagi agama mana pun di dunia. Gus Yahya menegaskan, solusi perdamaian dunia di Timur Tengah dan di belahan dunia manapun adalah dengan Rahmah atau kasih dan peduli pada sesama manusia.