Donald Trump-Kim Jong Un Bertemu, Begini Analisa Fahri Hamzah

Senin, 11 Juni 2018 | 13:57 WIB
Donald Trump-Kim Jong Un Bertemu, Begini Analisa Fahri Hamzah
Presiden Donald Trump memberikan pidato tentang Suriah di Gedung Putih, Rabu (13/4/2018) [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai sulit jika pertemuan antara pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dianalisis secara konvensional. Menurut politisi PKS ini, dua orang itu adalah pemimpin aneh yang pernah ada.

Donald Trump dan Kim Jong Un kini sudah berada di Singapura. Keduanya dijadwalkan akan bertemu di Hotel Capella, Pulau Sentosa yang terletak di selatan Singapura, pada Selasa (12/7/2018).

"Kim Jong Un itu pemimpin muda. Aneh karena kita belum banyak tahu siapa dia. Dia jarang bicara. Dia jarang kita lihat aktivitasnya karena sistem tertutup di Korea Utara," kata Fahri kepada wartawan, Senin (11/7/ 2018).

Sebaliknya, Donald Trump terkesan aneh lantaran sifatnya yang sangat terbuka. Bahkan, karena sifat keanehannya itu lah, Trump menjadi salah satu tokoh yang mewarnai pemberitaan dari berbagai belahan dunia.

Hal yang menjadi pusat perhatian warga dunia bukan saja pada sifat dan kebijakan keduanya. Melainkan pada sistem kenegaraan yang dianut kedua negara tersebut. Korea Utara adalah negara dengan latar belakang komunis. Sementara Amerika Serikat adalah negara demokrasi terbuka.

Fahri mengatakan, jika pertemuan kedua negara itu hanya sekedar bicara masalah denuklirisasi (penghapusan penggunaan senjata nuklir) untuk mencegah perang, maka positif-positif saja.

"Tapi kalau motifnya nanti kemudian berkembang pada konsesi-konsesi tertutup, itu bisa merugikan kita semua," ujar Fahri.

Menurut Fahri, saat ini Donald Trump sedang berusaha mencari cara agar memperkuat kembali perekonomian Amerika. Dengan adanya pertemuan itu, Fahri khawatir Trump sudah masuk dan mempengaruhi Korea Utara.

"Mungkin dia sudah pegang Korsel, kalau dia bisa reunifikasi lalu memegang Korut, maka barang-barang produk dan jasa Amerika akan masuk melalui Korea Selatan," kata Fahri.

Jika itu yang terjadi, maka semenanjung Korea akan berada di bawah Amerika. Hal itu, lanjut Fahri, akan membuat tensi ketegangan yang tinggi antara Amerika dengan China.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI