Suara.com - Dunia dinilai gagal melindungi perempuan kaum Yazidi yang dipaksa menjadi budak seks selama gerombolan teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengontrol mayoritas daerah di kedua negara tersebut.
Bahkan, menurut badan amal Yazda yang dibentuk untuk membantu para korban budak seks ISIS, kekinian masih ada 3.000 perempuan Yazidi belum ditemukan setelah diculik bandit-bandit tersebut.
Murad Ismael, kepala badan amal tersebut mengatakan, banyak perempuan dewasa serta gadis Yazidi yang telah dicuci otak atau dibunuh di penangkaran mereka.
Sementara mereka yang berhasil melarikan diri setelah bertahun-tahun hidup dalam situasi perbudakan dan perkosaan, dibiarkan berjuang untuk bertahan hidup tanpa pendapatan atau kertas identitas.
Baca Juga: Dibayangi Erupsi Merapi, Sembako di Yogya Jelang Lebaran Aman
"Setiap inci tubuh dan jiwa perempuan ini rusak," kata Ismael, Direktur Eksekutif Yazda kepada Reuters, seusai konferensi perbudakan modern di Parlemen Eropa, Rabu (7/6/2018).
"Gadis-gadis ini, mereka hanya ingin melanjutkan sekolah, kembali normal. Tapi mereka tidak diberi penghasilan atau dukungan. Padahal, banyak dari mereka yatim piatu, menjadi ayah atau ibu dari saudara-saudara mereka yang masih kecil," sambungnya.
Yazidi adalah sekte agama yang keyakinannya menggabungkan unsur-unsur agama Timur Tengah kuno. Oleh ISIS, mereka dianggap penyembah iblis.
Sekitar 7.000 perempuan dan gadis Yazidi diculik, disiksa dan dianiaya secara seksual oleh begundal-begundal ISIS saat menyerbu tanah kelahiran mereka, barat laut Irak, tahun 2014.
Gerombolan teroris ISIS telah diusir dari Irak pada tahun lalu, tapi banyak perempuan Yazidi belum kembali ke desa-desa mereka.
Baca Juga: Dokter Bimanesh Menyesal Bertemu Fredrich
"Dulu, ketika ISIS baru terusir, setiap bulan sedikitnya ada 100 perempuan Yazidi yang diselamatkan dan diantar ke kantor kami. Tapi sekarang, kami hanya kedatangan lima atau enam orang, padahal ribuan dari mereka masih hilang,” kata Ismael.
"Laju penyelamatan melambat karena banyak dari wanita-wanita ini telah dibunuh atau dicuci otak oleh para penculik mereka," tuturnya.
Manal, seorang wanita muda Yazidi yang diculik pada usia 17 tahun, mengakui sempat dipukuli hingga pingsan selama 4 bulan di penjara ISIS. Kekinian, ia membantu aktivitas Yazda setelah diselamatkan pada Desember 2014.
"Ketika saya bangun, ada bekas luka di tubuh dan darah saya di seluruh pakaian saya," katanya dalam bahasa Arab melalui seorang penerjemah.
"Saya mencoba bunuh diri beberapa kali tetapi saya tidak berhasil. Mereka tidak peduli dan memperkosa saya lagi dan lagi," ucapnya.
Sekarang, Manal tinggal bersama keluarganya di sebuah kamp pengungsi di Qadiya, Irak Utara. Dia mengatakan ingin menjadi seorang psikiater untuk membantu orang yang selamat lainnya.
Baroness Nicholson, pendiri AMAR Foundation —organisasi nirlaba berbasis di Inggris yang memberikan pendidikan dan perawatan kesehatan di Timur Tengah— mengatakan bahwa agama-agama dunia harus segera mengakui keyakinan Yazidi.
"Kecuali ini dilakukan, mereka akan terus dianggap oleh beberapa orang sebagai penyembah setan, padahal itu salah. Tanpa pengakuan, seluruh agama di dunia seakan memberi persetujuan bagi gerombolan teroris untuk menyerang mereka,” tuturnya.
Nicholson mendesak komunitas internasional untuk memastikan Yazidi dapat kembali ke rumah dengan selamat, dan menawarkan mereka suaka jika mereka tidak bisa melakukannya.
"Penderitaan para perempuan dan gadis Yazidi yang dilakukan oleh teroris ISIS harus tetap berada dalam kesadaran publik dunia, selamanya,” tegasnya.