Minke, Jalan Sunyi Sang Pemula

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 05 Juni 2018 | 07:00 WIB
Minke, Jalan Sunyi Sang Pemula
Tirto Adhi Soerjo [Net]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pramoedya Ananta Toer mengemukakan persepsi penghinaan orang Eropa mengenai orang Jawa sebagai monyet-monyet pada tingkat retorika lebih tinggi. Pada roman sejarah Bumi Manusia, satu tokoh asal Jawa Tengah, yakni anak muda baik hati serta karismatik bernama Minke, memeroleh nama itu dari guru sekolah Belanda yang memelesetkan kata monkey (monyet) menjadi minke,” tulis Gouda di halaman 138.

Soesilo Toer adik Pramoedya, di rumahnya, Jalan Pramoedya Ananta Toer, Blora, Jawa Tengah, Jumat (1/6/2018). [Suara.com/Somad]

Jejak Langkah

Pramoedya adalah sosok yang berjasa merehabilitasi dan merawat nama Tirto Adhi Soerjo dalam sejarah kebangsaan. Melalui roman tetralogi Pulau Buru, ia mewariskan ingatan mengenai Tirto dalam persona Minke. Sementara dalam buku “Sang Pemula”, ia berhasil mengungkapkan banyak dokumentasi mengenai jejak langkah lelaki tersebut.

Baca Juga: Juli, Jembatan Musi IV Palembang Mulai Terhubung Hilir ke Hulu

Hikayat Raden TAS—akronim yang digunakan Tirto dalam setiap artikelnya—sebenarnya teringkas dalam syair sederhana karya Priatman berjudul “Di Indonesia 1875-1917”. Syair itu kali pertama diterbitkan pada buku “Perdjoangan Indonesia dalam Sedjarah” dan kembali disiarkan pada lembar “Lentera”, edisi 24 Agustus 1962.

“Raden Mas Tirtoadisoerjo//Nama kecilnya Djokomono//Keturunan Tirtonoto, Bupati Bodjonegoro. Pelajar Stovia di Jakarta//Penulis pembela bangsa//Membasmi sifat penjajah Belanda dengan tulisan yang sangat tajam penanya.”

“Membuka sejarah jurnalistika//’Medan Prijaji’ warta hariannya//’Soeloeh Keadilan’ dan ‘Poetri Hindia’ Ada dalam pegangan redaksinya//Tiap perbuatan dari penjajah yang akan membuat lemah terhadap nusa dan bangsa kita/diserang dan dibasmi dengan senjata penanya.”

“Akibat dari sangat tajamnya senjata penanya//Penjajah dengan kuasanya menjatuhkan hukumannya//Marhum Tirtoadisoerjo diasingkan dari tempat kediamannya.”

“Lampung adalah tempat tujuannya//Setibanya di pengasingan terus berjuang//Tak ada tempo yang terluang//Untuk membela nusa dan bangsanya//Pelopor jurnalistik Indonesia//Tahun 1875 adalah tahun lahirnya//Pada tahun 1917 wafatnya//Manggadua di Jakarta beliau dimakamkannya.”

Baca Juga: Sidang Perdana Bocah Tewas Dalam Karung Diwarnai Kericuhan

Pramoedya, dalam buku “Sang Pemula”, mengungkapkan, syair itu menunjukkan rekam jejak Raden TAS meski terdapat sejumlah hal yang tak akurat, semisal tahun lahir dan kematiannya. Menurut Pram, Tirto lahir pada tahun 1880 dan wafat pada 1918.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI